Oleh: Achmad Taufik, Fathurrahman, Risky Maharani dan Azwar (Mahasiswa Jurusan Matematika Fak. Sains dan Teknologi UIN Aauddin Makassar)
Pendahuluan
Garis panjang sejarah telah banyka
mengenalkan kita akan peran yang telah dilakukan anak manusia, ada yang disebut
sebagai pahlawan atau sebaliknya, tercap sebagai penjahat. Terlepas dari apa
yang diceritakan sejarah, sesungguhnya semua itu adalah warisan yang tak
ternilai bagi mereka yang sedang mengarungi samudra kehidupan nan luas ini.
Peran yang dilakukan orang-orang terdahulu telah mengajarkan banyak hal ;
perjuangan, pengorbanan, pengabdian, pemikiran dan lain sebagainya.
Warisan yang ditinggalkan para
pelaku sejarah merupakan sebuah pelajaran bagi kita, darinya kita dapat
mencontoh tentang makna perjuangan adalah Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat
Rasulullah Saw yang terkenal kedermawanannya, Khalid bin Walid, seorang
panglima perang yang gagah berani atau Ibnu Sina sang maha guru Kedokteran
dunia dan Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, tak diragukan lagi
dipentas sains abad pertengahan. Dunia sains mengenalnya sebagai salah seorang
putra islam terbaik dalam bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan fisika. Wawasan pengetahuannya
demikian luas, menempatkannya sebagai pakar dan ilmuan muslim terbesar awal
abad pertengahan.
Pembahasan
Al
Biruni memiliki nama lengkap Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni. Beliau
adalah seorang ilmuwan besar, Al-Biruni banyak menuliskan penemuan-penemuannya.
Ia telah menulis lebih dari 200 buku tentang hasil pengamatan dan
eksperimennya. Allah Maha Mengetahui, dan tidak menyukai ketidaktahuan Abad
Al-Biruni. Begitulah para sejarawan dunia menamakan masa keemasan ilmu
pengetahuan pada abad pertengahan Masehi. Ini menurut catatan sejarah, ia
pernah akan diberi penghargaan berupa ribuan mata uang perak yang dibawa tiga
ekor unta oleh Sultan yang berkuasa saat itu, akan tetapi ia menolak.
Menurutnya, ia mengabdi kepada ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan itu
sendiri, bukan demi uang.
Melalui
jawabannya tersebut, secara tidak langsung ia mengatakan bahwa ilmu tidak dapat
diukur dengan uang. Ia antusias mencari ilmu sebanyak-banyaknya hanya karena
Allah. Ia sadar Dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap alam semesta,
Al-Biruni memiliki metode yang khas. Menurutnya, ilmuwan adalah orang yang
menggunakan setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya, kemudian melakukan
pekerjaan dengan penelitian melalui pengamatan langsung dan percobaan. Metode
ini kemudian banyak dijadikan pegangan oleh para ilmuwan selanjutnya.
Ia
lahir pada September 973 M di Khawarizm, Turkmenistan. Ia dibesarkan dalam
keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan dan juga taat beragama. Sayangnya masa
kecil Al-Biruni tidak banyak diketahui sejarah seperti tokoh Islam lainnya.
Yang jelas, pria yang bernama lengkap Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni
ini sangat gemar belajar sejak kecil. Beberapa tokoh ulama yang pernah menjadi
gurunya sewaktu kecil adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraqi, Syekh
Abdusshamad bin Abdusshamad, dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Berbagai ilmu yang
diajarkan kepadanya, adalah Matematika,
Astronomi dan ilmu Kedokteran. Tak mengherankan bila ia dikenal sebagai ahli di
berbagai bidang sejak masa belia.
Dengan bermodalkan penguasaannya terhadap
Bahasa Arab, Yunani dan Sansekerta, Biruni mampu menyerap berbagai ilmu
pengetahuan langsung dari sumber aslinya. Hasilnya berbagai karya di bidang
Matematika, fisika, Astronomi, Kedokteran, Metafisika, Sastra, ilmu Bumi, dan
sejarah pun menambah khasanah ilmu pengetahuan. Bahkan ia juga berhasil
menemukan fenomena rotasi bumi dan bumi mengelilingi matahari setiap harinya.
Dengan tekad mendedikasikan dirinya pada ilmu
pengetahuan, Al-Biruni melakukan penelitian terhadap semua jenis ilmu yang ada.
Karenanya, banyak ahli sejarah yang menganggap ia sebagai ilmuwan terbesar
sepanjang masa. Selain itu, setiap terjun kemasyarakat dan melakukan
penelitian, Al-Biruni sangat mudah menyatu dengan lingkungan. Ia pun dikenal
sebagai sosok yang penuh toleransi.
Dalam
mencari ilmu, ia tidak hanya puas berada di satu wilayah. Ia banyak melakukan
perjalanan ke berbagai daerah di Asia Tengah dan Persia bagian utara. Bahkan
selama dalam perjalanannya melanglang buana itu, Al-Birun pernah berada dalam
satu himpunan sarjana muslim lainnya seperti Ibnu Sina di Kurkang, Khawarizm.
Setelah berpisah Al-Biruni dan Ibnu Sina tetap menjalin hubungan. Mereka terus
mengadakan diskusi atau bertukar pikiran mengenai berbagai gejala alam. Dari
satu tempat ke tempat yang lain, begitulah perjalanan Al-Biruni. Setelah
beberapa lama Al-Biruni menetap di Jurjan, ia memutuskan kembali ke kampung
halamannya, namun setibanya di sana, ia melihat tempat kelahirannya sedang
mengalami konflik antar Etnis.
Keadaan
itu dimanfaatkan oleh Sultan Mahmud Al-Ghezna untuk melakukan invasi dan menaklukkan
Jurjan. Keberhasilan penaklukan ini membawa langkah Al-Biruni, yang memang
bekerja untuk Istana, ke India, bersama Sultan. Di India ia banyak melakukan
penelitian pada berbagai bidang ilmu. Lagi-lagi ia menghasilkan karya baru,
baik itu artikel ilmiah maupun buku. Sang Sultan pun berhasil membuka kawasan
India timur, hal ini dimanfaatkan Al-Biruni untuk menjadikan tempat tersebut
sebagai basis baru dakwahnya. Selain itu ia juga memanfaatkan waktu untuk
memperlajari adat-istiadat dan perlikau masyarakat setempat. Ia juga
memperkenalkan permainan catur ala India ke negeri-negeri Islam.
Ketertarikan
Al-Biruni kepada India, terlihat dari hasil karyanya Tahqiq Al-Hindi, yang
memberikan penjelasan tentang problem-problem Trigonometri lanjutan. Kemudian
Sankhya, yang mengupas asal-usul dan kualitas benda-benda yang memiliki
eksistensi. Serta buku yang berjudul Patanial
(Yoga Sutra), yang berhubungan dengan kebebasan jiwa. Keduanya
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada kedua buku India ini, Al-Biruni memuat
secara autentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmoud ke India.
Sebagai seorang ilmuwan muslim, segala sesuatu yang dipelajarinya selalu dikaitkan dengan Al-Qur'an. Ia melandaskan semua kegiatannya kepada Islam serta meletakkan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam. Semua hasil karyanya bermuara kepada Allah SWT.
Sebagai seorang ilmuwan muslim, segala sesuatu yang dipelajarinya selalu dikaitkan dengan Al-Qur'an. Ia melandaskan semua kegiatannya kepada Islam serta meletakkan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam. Semua hasil karyanya bermuara kepada Allah SWT.
Dalam
bukunya, Al-Biruni mengatakan, "Penglihatan
menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam
ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita dapat menyimpulkan ke Esaan dan
ke Agungan Allah."
Itulah yang menjadi prinsip Al-Biruni selama melakukan penelitian dan percobaan. Ia sama sekali tidak melepaskan ilmu pengetahuan dari agama. Itu pula sebabnya, ia lebih hebat dibandingkan ilmuwan lainnya pada saat itu. Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan telah menyebabkan ia dijuluki Ustadz fil Ulum "Guru segala Ilmu."
Itulah yang menjadi prinsip Al-Biruni selama melakukan penelitian dan percobaan. Ia sama sekali tidak melepaskan ilmu pengetahuan dari agama. Itu pula sebabnya, ia lebih hebat dibandingkan ilmuwan lainnya pada saat itu. Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan telah menyebabkan ia dijuluki Ustadz fil Ulum "Guru segala Ilmu."
Kesuksesannya
pada bidang Sains dan ilmu pengetahuan juga membuat banyak orang kagum,
termasuk kalangan ilmuwan barat, salah satunya Max Mayerhoff, "Dia adalah
seorang yang paling menonjol di seluruh Planet Bima sakti dan para ahli
terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam. Pendapat
ini di setujui oleh Sir JN. Sircar seorang sejarawan asal India. Al-Biruni
dengan segala kelebihan yang dimilikinya, telah berjasa memberikan pemikirannya
untuk kita ketahui dan kita pelajari. Buku-bukunya banyak diterbitkan di Eropa
dan tersimpan dengan baik di Musium Escorial, Spanyol.
Al-Biruni
wafat dalam usia 75 tahun. Tempat kelahirannya menjadi pilihan untuk
menghabiskan sisa hidup dan menghapuskan nafas terakhirnya. Allah telah
memberikan sebuah hidup yang sangat berarti bagi Al-Biruni. Ia adalah orang
yang benar-benar menggunakan akal dan pikirannya yang di anugrahkan Allah,
untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal, (yaitu) orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring. Dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi
seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka." (Ali
Imran: 190-191).
Selama perjalanan hidupnya sampai dengan tahun
1048, Al-Biruni banyak menghasilkan karya tulis, tetapi hanya sekitar 200 buku
yang dapat diketahui. Diantaranya adalah Tarikh
Al-Hindi (sejarah India) sebagai karya pertama dan terbaik yang pernah ditulis
sarjana muslim tentang India. Kemudian buku Tafhim li awal Al-Sina'atu
Al-Tanjim, yang mengupas tentang ilmu Geometri, Aritmatika dan Astrologi.
Sedangkan khusus Astronomi Al-Biruni menulis buku Al-Qanon al-Mas'udi fi al-Hai'ah wa al-Nujum (teori tentang perbintangan).
Disamping itu, ia juga menulis tentang pengetahuan umum lainnya seperti buku Al-Jamahir fi Ma'rifati al-Juwahir (ilmu
pertambangan), As-Syadala fi al-Thib
(farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al-Maqallid
Ilm Al-Hai'ah (tentang perbintangan) serta kitab Al-Kusuf wa Al-Hunud (kitab tentang pandangan orang India mengeanai
peristiwa gerhana bulan). Itu hanya sebagian kecil
dari buku-buku karya Al-Biruni yang beredar. Selain itu masih banyak buku
lainnya yang dapat dijadikan rujukan. Namun sangat disayangkan, tidak seperti
Ibnu Sina, yang pemikirannya telah merambah Eropa. Karya-karya besar Al-Biruni
tidak begitu berpengaruh di wilayah barat, karena buku-bukunya baru di
terjemahkan ke bahasa-bahasa barat baru pada abad ke 20. Dengan demikian jelas
bahwa Abu Raihan al-Biruni adalah tokoh saintis muslim yang cukup dikagumi pada
masanya terbukti dengan berkali-kali daerah yang ditinggalinya berganti
penguasa namun dengan kelihaian biruni dalam ilmu pengetahuan serta penyampaian
teori yang cukup diplomatis sehingga mampu menarik perhatian penguasa dan para
pemimpin saat itu.
Al-Biruni: Ilmuan Matematika yang Cerdas