Senin, April 01, 2013

KEDOKTERAN ISLAM DAN KEDOKTERAN MODERN

Oleh:  Andi rachmat syam, M. Arif jamaluddin, Mulya sasmitha dan Yenpita (Mahasiswa Jurusan Matematika Fak. Sains & Teknologi UIN Alauddin Makassar)

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kajian bidang ilmu murni dan terapan tidak lepas dari bidang analisis. Begitupun dalam dunia medis yang perkembangannya sangat pesat seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini tentu tidak lepas dari hasil kerja keras melalui penelitian-penelitian penting yang telah dilakukan oleh ilmuan-ilmuan terdahulu yang mengkaji hal-hal tabu dalam ilmu medis kemudian dikembangkan oleh ilmuan atau peneliti selanjunya.
            Upaya yang dilakukan oleh sarjana muslim pada masa kekhalifahan dalam memajukan  dalam memajukan ilmu kesehatan Islam pada Abad ke-9 hingga Abad ke-13 bertumpu pada metode rasional dan uji klinis. Beragam jenis terapi ditemukan oleh dokter muslim seperti Aromaterapi, Kemoterapi, Hirudoterapi, Fitoterapi, Kromoterapi, Parmacoterapi, Pisiterapi, dan Psikoterapi. Temuan lainnya adalah terapi kanker, terapi seksual, urologi, dan litotomi.
            Apa yang telah dilakukan dan diusahakan oleh sarjana muslim pada dunia medis tentu sangat memberi pengaruh terhadap perkembangan ilmu kedokteran modern yang penerapannya sedikit banyak diadopsi pada ilmu kedokteran pada masa ini. Hal ini tentu saja memberikan kebanggaan tersendiri bagi umat muslim yang mempunyai ilmuan yang mampu memberikan sumbangsi yang sangat berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan utamanya dibidang medis, dan tentunya kami sebagai generasi penerus akan lebih berusaha lebih baik agar peranan islam utamanya dalam ilmu pengetahuan dapat kembali  berjaya.
Ilmu Kedokteran Islam
Dalam sejarah Islam, dikenal beberapa tokoh penemu dibidang kesehatan dan kedokteran. Ibnu Sina (980-1037 M) atau dikenal di Barat dengan nama Avicenna adalah tokoh yang paling terkemuka atas karya monumentalnya “Qanun fit Al-Thib” (The Canon of Medicine), sebuah ensiklopedia pengobatan (pharmacopedia) yang berisi satu juta kata. Ibnu Sina memberi sumbangan pada Bakteriologi yakni Ilmu yang mempelajari kehidupan dan klasifikasi bakteri. Ibnu Sina juga digelari Bapak Kedokteran Modern atas rekomendasinya pada tujuh aturan dasar dalam uji klinis atas suatu obat. Selama dua abad (Abad ke-15 dan Abad ke-16) karya tersebut dicetak ulang sebanyak 35 kali dan menjadi rujukan kedokteran Eropa dan dunia hingga abad ke-18.
Al-Razi, Ibnu al-Jazzar, al-Zahrawi serta Ibnu Sina merupakan dokter-dokter Muslim legendaris yang lahir di era kekhalifahan. Nama dan buah pikir yang mereka sumbangkan bagi kemajuan peradaban manusia telah diakui masyarakat dunia dari zaman ke zaman. Kontribusi para dokter Muslim itu sangat besar pengaruhnya bagi dunia kedokteran modern. Keempat dokter Muslim itu mengkaji dan membahas tentang urologi dalam buku kedokteran yang mereka tulis. Prof Rabie E Abdel-Halim dalam tulisannya bertajuk Paediatric Urology 1000 Years Ago, mengungkapkan keberhasilan dunia kedokteran Muslim pada 1.000 tahun silam dalam bidang urologi.
Keempat kitab kedokteran yang mengupas masalah urologi itu adalah; Kitab al-Hawi fi al-Tibb karya Al-Razi; Risala fi Siyasat as-Sibian wa-Tadbirihim, karya Ibnu al-Jazzar; Kitab at-Tasrif li-man 'Ajiza 'an at-Ta 'lif, karya Al-Zahrawi; dan Al-Qanun fi al-Tibb, karya Ibnu Sina. Dalam bidang Litotomi, Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi atau Abulcasis (936 M- 1013M) adalah orang yang pertama yang berhasil melakukan pencabutan saluran kencing dan batu ginjal dari saluran air kencing menggunakan instrumen/peralatan baru. Penobatan Al-Zahrawi dalam bidang lithotomi disebutkan oleh Abdul Nasser Kaadan PhD dalam karyanya “Albucasis and Extraction of Bladder Stone”.
Dalam bidang terapi kanker, Ibnu Sina alias Avicenna adalah dokter pertama yang berhasil melakukan terapi kanker. Patricia Skinner dalam bukunya “Unani-tibbi: Encyclopedia of Alternative Medicine” mengakui keberadaan Ibnu Sina yang pertama melakukan metode bedah yang disertai pemotongan atau pembersihan pembuluh darah. Sementara Prof Nil Sari dari Cerrahpasha Medical School, Universitas Istanbul, Turki, dalam tulisannya berjudul “Hindiba: A Drug for Cancer Treatment”, mengungkapkan temuan ilmuwan Muslim bernama Ibnu al-Baitar atas ramuan obat kanker atau tumor bernama “Hindiba” pada abad ke-12 M. Obat kanker warisan peradaban Islam itu kemudian dipatenkan oleh Prof Nil Sari pada 1997 (Abad ke-20).
Pada abad ke-9, tokoh Islam lainnya Ishaq bin Ali Rahawi menulis kode etik kedokteran pertama kali di dunia bernama Kitab Adab al-Tabib. Kitab tersebut terdiri atas 20 bab yang menganjurkan pertama kali diadakan Peer-Review atas setiap pendapat baru dalam dunia kedokteran. Didalam bukunya dianjurkan untuk memeriksa catatan medis sang dokter apabila ditemukan pasien meninggal dunia guna memastikan tindakan dokter sesuai dengan standard layanan medic atau tidak.
Rekomendasi Rahawi hingga kini digunakan dalam kode etik kedokteran, termasuk pemeriksaan pasien dalam rumah sakit dengan penggunaan rekam medis (medical record). Masih pada abad ke-9, Al-Kindi menunjukkan aplikasi matematik untuk kuantifikasi di bidang kedokteran seperti untuk pengukuran derajat penyakit dengan menggunakan sejenis thermometer, mengukur kekuatan obat dan kemampuan menaksir saat-saat kritis pasien. Pada Abad ke-12, Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M) memberikan kontribusinya dalam ilmu kesehatan berupa karya berjudul ‘Al- Kulliyat fi Al-Tibb’ (Colliyet) berisi rangkuman ilmu kedokteran serta buku berjudul ‘Al-Taisir’ mengupas praktik-praktik kedokteran.
Ilmu Kedokteran Modern
Sisem kedokteran dan praktek perawatan kesehatan telah berkembang dalam berbagai masyarakat, sedikitnya sejak awal sejarah tercatatnya manusia. Sistem-sistem ini telah berkembang dengan berbagai cara dan berbagai budaya serta daerah yang berbeda. Yang dimaksud dengan ilmu kedokteran modern pada umumnya adalah tradisi kedokteran yang berkembang pada dunia barat sejak awal zaman modern. Berbagai tindakan pengobatan dan kesehatan tradisional masih dipraktikkan diseluruh dunia dimana sebagian besar dianggap terpisah dan berbeda dengan kedokteran barat, yang juga disebut dengan biomedis atau tradisi hippokrates.
Ilmu kedokteran modern berkembang pada akhir abad ke-18 dan awal ke-19 di Inggris, Jerman, dan Prancis. Disebut juga ilmu kedokteran ilmiah dimana setiap pengobatan yang diberikan harus dibuktikan dengan uji klinis. Kedokteran berdasarkan bukti (evidence based medicine) ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan cara kerja yang efektif dengan menggunakan metode ilmiah serta informsi sains global yang modern.
Begitupun dengan obat tradisional, agar setara dengan obat modern maka obat tradisional harus melalui berbagai tingkat uji klinis. Berdasarkan tingkat uji klinisnya obat dapat digolongkan menjadi jamu (emperical besic herbal medicine), obat ekstrak alam (obat herbal standar/ medicine), dan fitofarmaka (clinical based herbal medicine). Dengan ditunjang oleh peralatan yang modern, sungguh sangat membantu dalam perkembangan ilmu kedokteran modern. Misalnya saja dengan kecanggihan alat-alat yang digunakan dalam proses operasi sehingga memudahkan para dokter dalam membedah pasien yang mempunyai penyakit kronis. Perkembangan khasiat obat yang digunakan juga sangat membantu pada proses penyembuhan tanpa perlu lagi meracik tanaman-tanaman herbal yang tentunya akan memakan waktu yang sangat lama.
Namun perkembangan ilmu kedokteran modern ini tidak boleh dilepaskan dari peranan ilmuan kedokteran islam yang telah memberikan hasil penelitiannya yang luar biasa dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang medis. Contohnya Al-Razi ialah dokter yang pertama kali memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia dan obat-obatan dalam pengobatan pada abad ke-10 M. Zat-zat kimia itu adalah alkohol, belerang, tembaga, merkuri dan garam arsenik, sal ammoniac, gold scoria, zat kapur, tanah liat, karang, mutiara, ter, dan aspal. Dengan adanya zat kimia yang ditemukan oleh Al-Razi, maka sekarang Kemoterapi digunakan sebagai metode perawatan penyakit dengan menggunakan zat kimia. Dalam kedokteran modern, kemoterapi merujuk kepada penggunaan obat sitostatik untuk merawat penyakit kanker.
Ilmu pengetahuan akan semakin berkembang sesuai perkembangan zaman. Hal ini tentu sangat baik dalam mengungkap rahasia-rahasia yang masih menjadi topik kajian para ilmuan. Sebagai seorang muslim harusnya kita memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada ilmuan kedokteran islam yang telah memberikan sumbangsinya dalam dunia medis. Hal ini tidak lepas dari peranan Al-Quran sebagai kitab suci umat islam yang menjadi pedoman dan petunjuk bagi ilmuan islam dalam menkaji serta menganalisis hal-hal yang berbau medis. Yang mesti diwaspadai oleh umat manusia khususnya bagi umat islam yaitu telah digunakannya produk obat-obatan yang mungkin berbahan dasar dari hewan yang diharamkan oleh Allah SWT. Hal ini harus menjadi pokok perhatian kita sebagai umat islam yang harusnya sangat peka terhadap kasus yang menyangkut hal seperti ini.

0 komentar: