Oleh: Muh. Didi Haryono
Melihat
kondisi yang serba materialisme saat ini dengan kehidupan yang individualis dan
kehidupan jauh dari islam. Islam yang mereka yaini hanya ibadah ritual belaka,
tapi sistem ekonomi dan politik mereka justru berkiblat kepada barat dan
ideologi kapitalisme yang mereka terapkan. Sehingga, memungkinkan banyak
pengaruh dan tipu muslihat yang menghadang agar para pengemban dakwah jauh dari
kebenaran, agar pengemban dakwah ragu dengan apa yang mereka perjuangkan. Oleh
karena itu, para pengemban dakwah harus istiqomah dengan kebenaran yang telah
diimani.
Perlu
diketahu bahwa Istiqomah itu berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah
bergeser. Akar kata istiqamah dari kata ‘qoma’
yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh
pendirian dan selalu konsekuen. Menurut Al Qusairi bahwa istiqomah adalah suatu
peringkat yang menjadikan sempurna berbagai perkara. Menurut Al Wasithi bahwa
istiqomah adalah etika yang menjadikan sempurnanya berbagai kewajiban.
Jadi, muslim
yang istiqomah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya
dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi
gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau
mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar
dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya, meskipun
tahapan dakwah mengalami perubahan. Karena begitu pentingnya sifat
istiqamah itu kita miliki, meka setiap kita harus berusaha untuk menumbuhkannya
ke dalam jiwa kita masing-masing.
Istiqomah sering kita artikan sebagai keteguhan
hati atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqomah
khususnya bagi para aktivis dakwah yang bukan berarti keistiqomahannya tak
perlu diuji lagi. Allah berfirman:
“Katakanlah:
"Bahwasanya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah istiqomah pada
jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya” (QS
Fushshilat [41]: 6).
Contoh dari rasulullah saw dalam
berdakwah, tawaran kekuasaan, harta dan wanita beliau tolak karena syaratnya
adalah agar rasul saw berhenti dalam berdakwah , semua yang dicontohkan oleh
kanjeng nabi saw mesti diikuti. Lihatlah dalam peristiwa ketika Abu Thalib
paman Rasululloh SAW, diminta pembesar-pembesar Quraisy untuk membujuk
Rasululloh SAW agar menghentikan aktivitas dakwahnya. Dengan tegas Rasululloh
SAW menjawab,
''Wahai paman, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan persoalan ini hingga
Alloh memenangkan perkara ini atau aku mati karenanya, niscaya aku tidak
meninggalkan persoalan ini. Dan demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sungguh kalian (memiliki dua pilihan, yaitu) benar-benar memerintah berbuat
ma’ruf (amar ma'ruf) dan melarang berbuat munkar (nahi munkar), ataukah Alloh
akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian
setelah itu kalian berdoa, maka doa itu tidak akan dikabulkan.'' (HR
Tirmidzi).
Kita melihat cerita kehidupan para
sahabat yang istiqomah di atas jalan kebenaran. Para sahabat disiksa oleh
orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih
sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah.
Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada
perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam
sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara
seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy
tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang
pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy
itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan
baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari
yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu
mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu
berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah
untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa
mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa
terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan
perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak
menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka
menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka
menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya
berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka
semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta
dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus
memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa
mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan
menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang
kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar
menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu,
Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan
Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa
merasa bosan dan lelah.
Kekonsistenannya Sumayyah dan Bilal
cukup menjadi contoh bagi kita untuk tetap istiqomah dijalan dakwah. Itulah
firman Alloh SWT untuk melipur lara para aktivis dakwah yang keistiqomahannya
tengah di uji.
“Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran [3]: 139).
Peran besar dalam menjaga keistiqomahan
aktivis dakwah yakni takut kepada Allah dan menjaga ukhuwah. Takut kepada Allah
maksudnya adalah senantikan melakukan aktifitas yang diridoi oleh Allah (amar makruf nahil mungkar), rajin
halaqoh agar ilmu dan kewaro’an tetap terjaga kesucian dan keberkahannya, serta
perbanyak berzikir dan beristigfar mohon ampun kepada-Nya. Ketika ada amanah
dakwah, maka sikap yang di tuntukan adalah sami’na
wa atho’na (dengar dan aplikasikan) tidak taku dengan ancaman apapun,
melainkan kuserahkan sepenuhnya kepada Allah dan tawakal.
Selanjutnya, cobalah mengunjungi (silaturahim) pada saudara-saudara kita
sesama aktivis dakwah lainnya, wajah cerah ketika bertemu, saling berkunjung
sehingga kita tahu keadaan keluarganya, masalah yang sedang dihadapinya serta
keadaan imannya. Saling nasihat menasihati baik diminta ataupun tidak, saling
bertukar-tukar hadiah dan saling mendoakan. Bila itu semua telah kita tunaikan,
akan menjadi tipislah kemungkinan untuk bergugurannya aktivis di jalan dakwah.
Ketahuilah, Allah telah menjanjikan bagi hamba-Nya
yang mampu beristiqomah dengan balasan yang terbaik.
”Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan
kami adalah Alloh” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat
turun pada mereka dengan berkata, ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah
dijanjikan padamu.” (QS Fushshilat
[41]: 30).
Wallahu a’lam bi shawab.
Istiqomah dalam Kebenaran