Universitas Muhammadiyah Makassar, November 14.35
Dia tersenyum manis
dan menanyakan keadaanku "gemana kabarmu, Lin?"
aku tersentak kaget, ada perasaan sakit dalam hatiku
seakan suara itu membawaku kembali pada lorong-lorong masa lalu dimana ia
memutuskan hubungan itu. 'ma'afkan aku, Lin. aku tak bermaksud menyakiti
hatimu, sungguh aku sangat mencintai dan menyayangi dirimu. tapi ini harus ku
terima, orang tuaku telah menjodohkan diriku dengan wanita lain yang mereka
inginkan. sekali lagi, ma'afkan aku. Tuhan telah menuliskan hal lain di atas
sana untukku dan kau yang tak mungkin kita tolak, termasuk bila diriku
menjalani hidup bersama wanita pilihan orang tuaku bukan dirimu, Lin'. aku hanya
bisa diam menerima kenyataan ini dengan linangan air mata yang tak terbendung jatuh dari pelupuk mataku.
entah karena Dia lebih memilih hidup dengan wanita lain dibanding diriku atau
karna kata putus itu yang membuatku menangis... Aku tak tau, tapi yang jelas
dia bukan milikku lagi mulai detik itu. Itulah serpihan masa lalu yang masih ku
ingat ketika dia kembali menyapaku.
'hei, pria itu menanyakan kabarmu Lin?!!' tiba-tiba
pacarku membangunkan Aku dari lamunan masa laluku. 'oh.. iya, kabarku baik-baik
aja. Aku pulang dulu ya?' aku langsung mengajak pacarku pulang pada saat itu
tanpa memikirkan perasaannya.
‘Hey, kenapa melamun, Nak? Loh, Kamu nangis?’
suara ibu mengembalikan ku dari lorong masa lalu malam itu. ‘ndak, bu’. Aku
langsung mengambil tisu tuk menghapus tetesan air mataku yang jatuh. ‘kayaknya
kau punya masalah? Ceritakan sama ibu, apa masalahmu siapa tau ibu bisa
bantu?’. Sambil membelai rambutku dan tersenyum, ibu duduk dekatku sambil
memandang keluar jendela ke arah bintang-bintang di langit. ‘ndak ada, bu’. Aku
terus mengatakan bahwa aku tak punya masalah apapun, ‘aku hanya sedang
memikirkan sesuatu yang tak terlalu penting’. Aku coba meyakinkan ibuku dengan
alasan itu bahwa aku memang tidak punya masalah apapun yang aku hadapi saat
ini. ‘kau boleh memberikan beribu alasan tuk mengatakan bahwa kau tak punya
masalah, tapi matamu tak bisa berbohong pada ibu. Aku adalah ibu yang
melahirkan dan membesarkamu, dan kau nak adalah bagian dari jiwaku. Sehingga
apa yang kau rasakan... ibu juga bisa rasakan hal itu. Ceritakanlah, nak. Ada
sesuatu yang kau pendam?’.
Aku menangis dipundak ibuku sambil berkata
‘Dia bu, dia ada dihadapanku tadi siang di pintu kampus’. ‘ada apa dengan dia,
nak!’ Dengan suara lembut ibu mencoba menenangkanku walau sedikit bertanya
tentang perasaan yang ku alami. Aku mulai menceritakan kembali apa yang ku
alami di gerbang kampusku tadi siang. Perasaan yang bercampur rasa tak percaya
bahwa dia bisa menemuiku membuat jantungku bertdetak tak beratur bagaikan
bagaikan bunyi lonceng yang dipukul anak-ana kecil yang tidak tahu nada dan
irama musik. ‘dia datang dengan rasa tak bersalah, Bu. Seakan apa yang ia
lakukan 5 tahun yang lalu itu adalah sebuah hal yang wajar, aku tak terima’.
Curhat aku pada ibu yang selalu setia mendengarkan curahan hati ku dari tadi.
‘Apakah kau masih mengingat hal itu, nak?’. ‘ iya, bu. Aku masih mengingat hal
itu dan menyimpannya dengan rapi dalam hatiku‘ dengan sedikit mengingat
kejadian terakhirku bersamanya Aku menjawab pertanyaan ibu tadi. ‘lalu mengapa
ada detak jantung yang tak karuan saat kau bertemu kembali dengannya, nak?
Tidakkah itu menandakan bahwa kau masih menyimpan sepercik cinta untuknya dalam
hatimu?’. Aku tersentak mendengar mendengar hal itu. Bagaimana mungkin aku
masih mencintainya padahal ia telah menghancurkan hatiku, bagaimana mungkin
masih ada presaan untuknya padahal keluarganya lebih memilih wanita lain untuk
anaknya ketimbang diriku, dan bagaimana mungkin aku menerimanya sedangkan aku
sudah memiliki cinta yang lain di hatiku. Apakah ada 2 cinta dalam satu hati?
Kalaupun ada, bagaimana hal itu bisa ku jalani? Bukankah cinta itu menafikkan
yang lain dan menyanjung serta mengagungkan hanya seseorang saja dalam hati
kita?. ‘tidak, bu. Aku sudah melupakan dan menutup rapat-rapat hati ku untuknya
semenjak dia memutuskanku waktu itu’. Aku coba meyakinkan ibuku bahwa aku
memang tak lagi mencintainya.
‘Tapi matamu memberikan isyarat akan hal itu,
Lin? Kau boleh merangkai seribu kata untuk menyatakan dan meyakinkan ibu bahwa
kau telah menutup rapat hatimu tapi ingat nak, Kata-kata itu sebenarnya tidak
mempunyai makna untuk menjelaskan perasaan. Manusia boleh membentuk seribu
kata-kata, seribu bahasa.Tapi kata-kata bukan bukti unggulnya perasaan. Cinta,
sekuat apapun kau menyembunyikannya lambat laun pasti akan menyatakan dirinya
sendiri meskipun dirimu menutupnya. Karena cinta itu terpendam dalam jiwa
seperti api yang tersembunyi di dalam batu. Pasti akan terlihat. Cobalah
belajar dari sang bintang di atas sana’. sambil menunjuk bintang lewat jendela
kamarku ibu melanjutakan kata-katanya. ‘Bintang di langit sana tak pernah
bertanya saat sang rembulan tak menemaninya dan saat rembulan muncul dia begitu
ceria melebihi apa yang ia pancarkan pada hari sebelumnya. Bintang mampu
menerima sang rembulan kembali meskipun sang rembulan tak selalu ada untuknya,
pun sebaliknya jika kita berbicara masalah cinta dan perasaan. Kita terkadang
menghakimi seorang kekasih atas apa yang ia lakukan yang menurut penilaian kita
ia telah melakukan kesalahan yang fatal dengan menolak segala alasan yang ia
kemukakan untuk meyakinkan bahwa ia melakukannya dengan terpaksa, bukan atas
kehendaknya semata dan juga terkadang kita mengenyampingkan kondisi faktual
yang ada pada saat itu mengapa ia menerima hal itu walaupun menurut ibu mungkin
itulah hal terberat yang ia lakukan. Cobalah bersikap dewasa dengan
mengenyampingkan perasaan sakit hatimu atas apa yang ia lakukan, bukankah
menutup diri pada seseorang itu atas dasar rasa dendam & benci itu dilarang
dalam agama kita? Bukankah agama mengajarkan bahwa Tali keimanan yang paling
kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah?’. Kalimat yang
bertubi-tubi dari ibu membuatku terdiam dan merenung atas apa yang telah aku
lakuksn pada diriku dan dirinya.
‘ting-ting... ting-ting..’ bunyi hp ku pertanda
ada pesan masuk yang mengakhiri kebersamaan kami malam itu.BERSAMBUNG....
By: AM.Ruslan (Analisis ICS)
Masih Ada Ruang