Oleh: Muhammad
Natsir Bin Al-walid (Analis ICS)
Sejarah telah menuntut umat manusia untuk
menata dan memahami secara universal dalam menafsirkan ayat-ayat al-quran
sebagai petunjuk bagi umat manusia di dalam kehidupan ini dengan terbuka dan
jujur agar tidak terjadi sikap fatisme dalam melakukan transformasi islam
sebagai ajaran kebenaran yang dibawa oleh rasul sebagai manusia pilihan tuhan
di bumi ini. Di dalam firman tuhan bahwa Nabi Muhammad adalah sebagai petunjuk
bagi setiap umat manusia, yang tentunya tidak pernah mudah untuk mengklaim
manusia lain sebagai penyimpang kebenaran tuhan tampa ada landasan teoligis
yang terperinci maupun yang secara tidak terperinci.
Menurut hemat penulis bahwa dalam melakukan
penafsiran terhadap ayat-ayat al-quran baik yang terperinci (muhkam) maupun yang tak terperinci (mutashabihat) agar tidak terjadi sikap
pengklaiman (fanatisme) terhadap
kebenaran yang di miliki oleh kelompok ormas islam lain maka di perlukan
sebagai berikut:
1.
Menafsirkan
ayat-ayat al-quran dengan cara terbuka dan jujur bersama kelompok ormas islam
lain.
2.
Melakukan dialok terbuka bersama ormas islam
lain dari hasil penafsiran (ijtihad)
tersebut.
3.
Melakukan
kerja sama dalam transformasi hasil dari ijtihat tersebut agar tidak terjadi
karancau dalam menyampaikan.
Apapun bentuk perbedaan dalam memahami islam yang di bawa oleh nabi
Muhammad maka tidak perlu untuk membesar besarkan semasih itu bukan pada
wilaaha pokok, misalnya antara perbedaan syiah, dengan suni mengutip penyataan,
Cendikiawan Muslim, Azyumardi Azra, beliau memandang bahwa problem Syiah di
Indonesia tidak perlu di besar-besarkan.
Menurut penulis
membesarkan masalah perbedaan yang bukan masalah mendasar dalam islam maka akan
menimbulkan permusuhan dan kericuhan di dalam umat islam itu sendiri.
Misalnya
pendapatnya ulama kontemporer tentang masalah kesabaran dalam mengahadapi
perbedaan Abul A'la Al-Maududi, Abul Hasan An-Nadawi dan Sayyid Qutub, telah
berijtihad dalam kebaikan, mengajak kepada kebaikan, bersabar dalam menghadapi
kesulitan, karena memperjuangkan kebaikan tersebut. Wallahu a’lam.
Membumikan Perbedaan Sebagai Rahmat Tuhan