Senin, Desember 17, 2012

Pembangunan PLTN Butuh Syari'ah

Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar, Peneliti Utama Bakosurtanal
Setelah  pantai  Jepara  di  Jawa Tengah,  kini  wilayah  Pulau Bangka telah disurvei oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai  kandidat  tapak  Pusat Listrik  Tenaga  Nuklir  (PLTN)  mendatang. Alasannya:  (1)  Wilayah  ini  bebas  gempa sehingga membangun PLTN di sana akan relatif aman; (2) Di sini ada potensi bahan Thorium yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar PLTN; (3) Di sini saat ini ada krisis  listrik,  karena  BBM  untuk  PLTD kadang-kadang  terlambat  dikirim  akibat cuaca buruk.
Namun alasan-alasan positif ini belum dapat  meyakinkan  masyarakat  agar menerima PLTN.  Ini karena informasi yang diberikan  dirasakan  kurang  berimbang. Lebih-lebih  bila  yang  menyampaikan disinyalir memiliki kepentingan.  Akibatnya informasi  seperti  prasyarat  yang dibutuhkan  atau  dampak  yang  mungkin terjadi tidak pernah diberikan dengan jelas dan tuntas.  Tulisan ini mencoba mengupas secara  singkat,  namun  jelas  dan  tuntas seputar PLTN.

Wajib Kuasai Teknologi Nuklir

Teknologi  nuklir  bersama  teknologi ruang  angkasa  adalah  teknologi  paling strategis sejak abad-20.  Kalau umat Islam terdahulu  sampai  berjalan  jauh  ke  Cina untuk belajar membuat kembang api – lalu mengembangkannya  menjadi  mesiu hingga  meriam  raksasa  (supergun)  saat penaklukan Konstantinopel pada abad 15 M – maka semestinya, teknologi nuklir ini juga  dikuasai  umat  Islam. Hanya  saja negara-negara  maju  tak  akan  rela
keunggulan  mereka  disaingi  negara  lain, sehingga banyak aspek dari teknologi ini dirahasiakan atau dibatasi penyebarannya. Kalaupun  suatu  negara  ditawari  untuk dibangunkan PLTN, maka biasanya negara tersebut hanya mendapatkan jadi, dan lalu timbul  ketergantungan,  entah  pada perawatan atau penyediaan bahan nuklir. Mereka yang berusaha membangun PLTN sendiri, dicurigai sedang membuat senjata nuklir. Contohnya adalah Iran atau Korea Utara.
Memang benar, bahwa barangsiapa mampu membangun PLTN sendiri, maka dia  juga  akan  mampu  membuat  senjata nuklir.  Dalam sejarahnya, Amerika Serikat telah lebih dulu berhasil meledakkan bom atomnya  sebelum  dapat  mengendalikan proses  reaksi  berantai  nuklir  itu  dalam sebuah PLTN. Namun secara syar'i, membangun kemampuan senjata nuklir untuk tujuan menggentarkan musuh (tidak untuk pembantaian massal) adalah justru diperintahkan di dalam Alquran surat al-Anfal ayat 60.
Dan  siapkanlah  untuk  menghadapi mereka  kekuatan  apa  saja  yang  kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak  mengetahuinya;  sedang  Allah
mengetahuinya ….
(Qs. 8:60).
Bagaimana mungkin umat Islam bisa tegas  atau  berwibawa  terhadap  para penjajah seperti Amerika atau Israel yang semua  punya  senjata  nuklir,  kalau  kita belum memiliki senjata yang sama, atau lebih dahsyat?

Alternatif Energi Bersih

Energi nuklir adalah salah satu energi bersih masa depan karena tidak menghasilkan emisi (CO2, SOx, NOx) seperti  halnya PLD atau PLTU.  Tentu saja sebuah PLTN juga menghasilkan limbah, baik itu berupa air hangat  (yang  tidak  radioaktif)  maupun sedikit  limbah  radioaktif  yang  harus disimpan dengan aman di ruang anti radiasi untuk ribuan tahun ke depan.
Namun  untuk  Indonesia,  alternatif sumber energi bersih bahkan terbarukan ini masih banyak. Kita memiliki potensi panas bumi, angin, surya dan laut yang berlimpah. Sekali  lagi  ini  soal  teknologi  yang  akan menentukan  apakah  kita  dapat  segera memanfaatkan semua potensi ini sendiri atau harus menunggu uluran tangan (dan jerat utang) dari bangsa lain.
Wajib Disiapkan Serius

Teknologi  PLTN  adalah  teknologi tinggi. Hal  ini  karena  kebocoran atau kecelakaan dapat berakibat fatal. Bahan radioaktif yang keluar akan memancarkan radiasi sinar Gamma selama ribuan tahun. Bila terkena mahluk hidup, radiasi ini akan merusak  sel,  menyebabkan  kanker  atau kemandulan.  Pada kasus kecelakaan PLTN di Chernobyl tahun 1986, sebuah kota harus dievakuasi dan kota itu hingga kini masih menjadi kota mati.
Untuk itu sebuah PLTN modern harus dibangun  dengan  keamanan  berlapis. Sistem kontrol otomatis disiapkan agar bila ada  sesuatu  yang  tak  wajar,  reaktor otomatis  dimatikan. Masalahnya  adalah bila kelalaian dan korupsi membuat sistem kontrol itu tak lagi berfungsi!  Bangsa kita ini terkenal pintar membangun tetapi malas memelihara. Walhasil,  selain  kecelakaan saat pemboran minyak di Lapindo Sidoarjo yang berakibat keluarnya lumpur panas tak tertangani dari 2006 hingga kini, hampir setiap  hari  kita  mendengar  kecelakaan kereta api, kapal hingga pesawat.
Kita juga wajib menyiapkan agar PLTN tersebut  bila  jadi  dibangun  tidak  makin menjerat kita pada ketergantungan kepada asing, baik dalam bentuk utang, maupun dalam  pengadaan  bahan  bakar  nuklir. Memang Indonesia punya Uranium, tetapi kadarnya  rendah,  sedang  alat  untuk memperkaya  Uranium  termasuk  yang dibatasi,  untuk  mencegah  suatu  negara membangun  senjata  nuklir. Sedang Thorium  yang  konon  berlimpahpun, mungkin belum bisa dimanfaatkan karena hingga kini di dunia belum ada satupun PLTN dengan bahan bakar Thorium.

Perlu Syariat Islam

Kalau syariat Islam diterapkan untuk menyiapkan  PLTN,  insya  Allah  kita  akan mendapatkan SDM yang andal, baik dari ketakwaan,  profesionalisme  maupun semangat juang.  Ini untuk mengantisipasi agar mereka tidak lalai dan tidak korupsi dalam menjalankan pekerjaannya, dan agar mereka  senantiasa  bekerja  keras menguasai  teknologi  dengan  motivasi spiritual. Pekerjaan  nuklir  hanya  sedikit menoleransi kecerobohan (zero-tolerance).
Kemudian  syariat  pula  yang  akan menuntun  agar  sejak  dari  tender, pembebasan tanah, perjanjian dengan luar negeri  terkait  dengan  pembiayaan,  alih teknologi  dan  pengadaan  bahan  bakar, hingga pengurusan limbah radioaktif dapat berjalan dengan transparan, adil, aman, dan
berkelanjutan. Program  komputer yang dipakai di PLTN juga harus open-source, agar dapat kita rawat dan update sendiri, juga dapat diaudit dulu agar tidak disusupi baik oleh “spy-ware” maupun “bom-waktu”.
Hanya dengan syari'ah, sebuah proyek PLTN  akan  aman,  menyejahterakan  dan melindungi  kedaulatan.  Tanpa  syari'ah, PLTN adalah arena mafia, lahan korupsi dan sebuah risiko serius.

Siapa yang Membahayakan NKRI ?

Oleh: Harits Abu Ulya (Pemerhati Kontra-terorisme dan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI)

Dalam sebuah wawancara Ansyaad Mbai dengan situs Kristen Reformata (di Posting 07 Juni 2011), kesekian kalinya Mbai mencoba menjelaskan cara pandangnya terhadap persoalan radikalisme dan terorisme.Di kota Makasar-Sulsel BNPT juga menggelar seminar nasional bertajuk Ayo Lawan Terorisme di Balai Prajurit M Yusuf, Makassar, Rabu (25 Mei 2011), tampil sebagai pemateri Kepala BNPT Ansyaad Mbai, Perwakilan Kedutaan Australia Andrew Barner, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Perwakilan Kadin Indonesia Wibawanto Nugroho, Ketua Komisi I DPR RI Luthfi Hasan Ishak dan dipandu guru besar UIN Prof Dr Hamdan Juhannis.

Mbai di hadapan ratusan remaja dan mahasiswa juga mengulang penjelasan yang sama seperti di berbagai forum sebelumnya. Penulis melihatnya wajar, ia harus bicara dimana-mana dengan konten seperti itu karena ia bekerja dan dibayar untuk itu setelah pensiun dari Polri. Tapi menjadi tidak wajar jika kita menguji pemikiran (doktrin) Mbai terkait persoalan terorisme dan akar masalahnya. Dalam wawancaranya dengan situs Reformata minimal ada beberapa point doktrin yang bisa kita uji kesahihannya.

Pertama; menurut Mbai cir-ciri radikalisme (mengutip pandangan Gus Dur dalam buku Ilusi Negara Islam), antara lain bahwa kelompok itu suka mengkafirkan orang. Jangankan yang berbeda agama, yang berbeda saja, dalam tata ibadah misalnya, itu sudah dianggapnya kafir. Kedua, mereka selalu mengatasnamakan Tuhan untuk menghukum yang lain. Tujuan gerakan mereka adalah ingin mengubah negara bangsa menjadi negara agama. Ganti ideologi Pancasila dengan Islam versi mereka, mengganti NKRI dengan khilafah. Ini ancaman bagi NKRI, karena itu Presiden selalu mengatakan, negara tidak boleh kalah.

Cara main kutip tanpa memperhatikan kredibilitas buku adalah sangat berbahaya. Lebih-lebih referensinya buku “Ilusi Negara Islam” terbitan LibForAll Foundation atau kerja bareng The Wahid Institut dengan Ma’arif Institut dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika yang diluncurkan 16 Mei 2009 banyak menuai kritikan. Empat peneliti asal Yogyakarta, Zuli Qodir, Adur Rozaki, Laode Arham, Nur khalik Ridwan, memprotes isi buku “Ilusi Negara Islam” tersebut. Buku itu dinilai tidak sesuai dengan yang diteliti dan isinya mengadu domba umat Islam. Aneh bukan? Buku yang memuat hasil penelitian mereka (4 orang di atas), tapi justru ketika jadi buku, isinya jauh dari apa yang ditelitinya. Isi dari buku telah menyimpang dari yang mereka teliti selain mereka juga tidak dilibatkan dalam proses penerbitan. Dan tujuan penerbitan dinilai telah bergeser dari riset yang semula bertujuan akademik kepada kepentingan politis. Dan ini diperkuat hampir semua peneliti daerah yang namanya tercantum dalam buku tersebut tidak pernah diajak untuk berdialog menganalisis temuannya dalam kerangka laporan hasil penelitian yang utuh. Dicatutnya para peniliti daerah hanya untuk melegitimasi kepentingan politis pihak asing. Sebagaimana dilakukan Holland Taylor dari Lib For All, Amerika Serikat yang begitu dominan bekerja dalam kepentingan riset dan penerbitan buku itu.

Serasa lebih aneh lagi dengan buku tersebut ketika mencantumkan Gus Dur menjadi editornya. Padahal, pada saat itu Gus Dur terganggu penglihatannya sehingga tidak mungkin Gus Dur bisa mengeditnya, kebablasan bukan?.

Penulis sendiri pernah menjadi salah satu penanggap dalam diskusi terbatas yang dilakukan Litbang Depag Pusat (Tahun 2010), membahas buku “Ilusi Negara Islam” dengan menghadirkan salah satu narasumbernya adalah Direktur The Wahid Institute. Banyak perserta diskusi mengkritisi dan tidak puas bahkan meragukan kredibilitas dan intelektualitas orang-orang The Wahid Institute jika mengacu kepada produk buku “Ilusi Negara Islam”. Sebuah buku yang substansinya sarat adu domba dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Buku yang cacat secara ilmiah.

Nah, buku semacam inilah yang dijadikan referensi Ansyaad Mbai untuk menjelaskan doktrin-doktrinnya siapakah yang dianggap radikal atau bukan. Dengan sebuah parameter yang gegabah dan sarat dengan cara pandang yang tendensius. Jangan-jangan Mbai tidak memahami terminologi Radikal, Kafir, dan Ideologi? Meminjam istilah orang jawa: dengan buku “ilusi Negara Islam” Mbai “nggepuk nyilih tangan” (mukul pinjam tangan).

Bagi Mbai, seperti yang pernah ia ungkapkan juga di LokaKarya Sespim 27 Oktober 2009, pada umumnya jika seorang mempunyai persepsi (mindset) tentang adanya kondisi yang menindas secara terus menerus oleh Barat pimpinan AS terhadap Islam. Dan kemudian menganggap bahwa kondisi tersebut adalah ketidakadilan yang harus diubah maka cukup seorang bisa dilabeli Radikal bahkan teroris. Jika begini, berapa banyak para intelektual dan para pengamat politik yang radikal dan teroris ? Apalagi jika dikaitkan dengan kewajiban dalam Islam “amar makruf nahi munkar”, berapa juta orang yang radikal jika mereka dengan beraninya mengkritisi setiap kedzaliman yang dilakukan oleh penguasa atau oleh negara imperialis semacam Amerika? Rasanya naïf sekali menjadi manusia yang sempurna karena akalnya, kemudian membeku seraya melipat tangan tidak berbuat apa-apa untuk merubah kedzaliman yang terjadi. Bahkan terlihat lebay sekali memberikan label radikal jika ada seorang mengkafirkan orang lain karena berbeda dalam masalah ibadahnya. Jika kita melihat realitas; betulkah demikian? Apakah ada diantara kita hanya karena perbedaan dalam wilayah ibadah (furu’iyah) kemudian menjustice dengan sebutan kafir. Jangan-jangan ini hanya “ngibul”nya Mbai? Karena umat Islam mayoritas “melek akidah dan fiqh”, hanya layak seorang disebut kafir atau murtad jika mereka sudah menyimpang dalam masalah ushuli (I’tiqod) bukan masalah furu’iyah (cabang-cabang ritual ibadah). Lain kali Mbai, harus membuktikan ucapannya dan contohnya. Sekalipun ada, penulis yakin itu adalah orang-orang awam jahil yang baru belajar Islam.

Kemudian, jika orang-orang yang dengan mindset-nya layak dicap radikal-teroris membahayakan NKRI maka penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang perlu dijawab. Siapa sebenarnya yang membahayakan NKRI atau yang jelas-jelas telah mengoyak NKRI? Orang-orang yang diduga radikal-teroris (dengan mindset versi Ansyaad Mbai) atau Seorang Presiden RI yang mengeluarkan keputusan politik “referendum Timor-timur” yang berakhir tragis lepasnya Timor-timur dari pangkuan NKRI? Atau keputusan Presiden RI dengan MoU Helsinky yang memberikan jalan lempang bangunan Federalisme Aceh? Penulis yakin, analisa dan data intelijen sedemikian rupa telah membaca arah perjuangan politik GAM dengan memanfaatkan MoU, dengan isu demokratisasi dan dukungan LSM-LSM komprador akan mudah Aceh menuju panggung referendum dan sangat mungkin federalism bisa diraih. Dalam konteks Indonesia yang masuk ancaman (terorisme) adalah kelompok yang mengusung semangat etno-nasionalism atau separatism seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan RMS selain kelompok yang dianggap memiliki visi Negara Islam (daulah Islam). Lantas pertanyaannya adalah; kenapa BNPT dengan Densus 88-nya tidak kerja keras menangkap memberangus mereka seperti halnya para aktifis yang disangka atau dituduh teroris? Berapa orang OPM yang ditangkap Densus-88? Sementara hingga saat ini lebih dari 600 orang aktifis Islam dalam bui rezim karena dikaitkan dengan “terorisme”.

Lantas siapa sebenarnya yang membahayakan NKRI? Jika kita telisik banyak sekali kebijakan-kebijakan politik yang menjadikan kedaulatan NKRI hanya menjadi mimpi di siang bolong. Lihatlah; Pemerintah telah memprivatisasi 12 BUMN pada periode 1991-2001 dan 10 BUMN pada periode 2001-2006. Pemerintah tahun 2008 melalui Komite Privatisasi BUMN yang diketuai Menko Ekuin Boediono saat itu mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69 BUMN. Karenanya, privatisasi itu akan terus berjalan. Subsidi dicabut; bagian dari agenda penjajahan yang paling nyata adalah pencabutan secara bertahap subsidi BBM yang telah dan akan dilakukan. Juga pencabutan subsidi di bidang pertanian (seperti pencabutan subsidi pupuk), kesehatan, pendidikan, dll. SDA Indonesia dikangkangi Asing, di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Diantaranya, Chevron 44%, Pertamina & mitra 16%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1 % lainnya 3% (sumber: Dirjen Migas, 2009).Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing. Asing juga menguasai 50,6% aset perbankan nasional per Maret 2011. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Utang luar negeri; total utang pemerintah Indonesia hingga April 2011 mencapai Rp 1.697,44 triliun.

Dan dampak dari perkara diatas bisa kita lihat; 1.Kemiskinan; Akibat penjajahan baru, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 100 juta penduduk miskin menurut kategori Bank Dunia (Okezone, 18/8/2009). 2.Beban berat utang luar negeri; Dalam APBN 2011, pembayaran utang negara (cicilan pokok+bunga utang) meningkat menjadi Rp 247 triliun (Rp 116,4 triliun hanya untuk membayar bunga saja) (Detikfinance.com, 9/1/2011). 3.Kekayaan lebih banyak dinikmati asing; Penerimaan pajak, deviden dan royalti Pemerintah dari PT Freeport selama 2010 (sampai bulan September) adalah sebesar Rp 11,8 triliun (Kompas.com, 14/12/2010). Berapa penghasilan PT Freeport? Dengan saham 91,36%, penghasilan PT Freeport kira-kira Rp 106,2 triliun (Rp 11,8 triliun x 9). Hal yang serupa juga terjadi pada pengeloaan SDA migas dan tambang lainnya. 4.Kesenjangan; contoh di Kaltim, batubara diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun; emas 16.8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar meter kubik pertahun (2005); minyak bumi 79.7 juta barel pertahun, dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun, dari sekitar 2.5 juta penduduk Kaltim, sekitar 313.040 orang (12.4 persen) tergolong miskin.

Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 tiliun kaki kubik. Hingga tahun 2002, sudah 70 persen cadangan gas di wilayah ini dikuras oleh PT Arun LNG dengan operator PT Exxon Mobile sejak 1978. Namun, Aceh menjadi daerah termiskin ke-4 di Indonesia dimana 28,5 % penduduknya miskin.

Dan kita tidak boleh amnesia (hilang ingatan), bahwa penjarahan kekayaan negeri ini bisa berjalan mulus diantaranya karena UU. Dan ini melibatkan para politikus yang di DPR dengan peran legislasinya. Padahal masing-masing undang-undang tersebut, bila dianalisis, berdampak pada kehancuran dahsyat bagi perekonomian nasional dan lingkungan; meningkatkan jumlah kemiskinan struktural, pengangguran, keegoisan, kebodohan, kematian, kelaparan dan chaos.

Sekali lagi, siapa yang membahayakan NKRI dengan segenap tumpah darah dan jiwa raga yang menghuninya?

Kedua; menurut Mbai, Dulu radikalisme ia anggap berkembang di pesantren atau di masjid. Ternyata keliru. Sekarang mereka justru tumbuh subur di perguruan tinggi. Bukan sekadar perguruan tinggi, tapi perguruan tinggi favorit. Bukan di jurusan sosial, tapi jurusan eksakta dan science.

Sadarkah kita, jika selama ini Ansyaad dkk telah melihat pesantren dan masjid sedemikian buruk? Bahkan sudah menjustice, tapi kemudian dianggap keliru. Kira-kira selama dalam payung “kaca mata” yang salah itu apa yang dilakukan oleh razim terhadap pesantren dan masjid? Sangat mungkin aparat intelijen yang dibayar dengan uang rakyat pekerjaanya adalah memata-matai rakyat yang mayoritas Muslim di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan menarik, kenapa “kebangkitan” dan “kesadaran politik” begitu suburnya di kalangan kaum intelektual? Simpel jawabannya; mereka bukan orang awam yang bisa disumbat mulut, mata dan telinganya. Tapi kesadaran seperti ini bagi seorang Mbai menjadi bermasalah dan berbahaya bahkan layak dicap teroris atau minimal masih satu “linkmind” dengan kelompok radikal-teroris hanya karena ada kesamaan cara pandang terkait kondisi sosial politik baik dalam kontek global, regional maupun lokal.

Maka sekarang bisa dipastikan; kampus menjadi tempat favorit operasi intelijen BNPT dengan bendera Deradikalisasi. Apa bedanya dengan razim Orde baru kalau sikap penguasa melalui BNPT-nya seperti itu?

Ketiga; menurut Mbai, Dari hasil pemeriksaan kepada kelompok ini selama 10 tahun terakhir, jelas tujuan mereka adalah Negara Islam, khilafah dan penegakan syariat Islam. Jadi sama dan sebangun dengan NII (Negara Islam Indonesia).

Betulkah mereka yang melakukan aksi “terorisme” hendak mendirikan negara Islam atau Khilafah Islam? Apakah membangun negara itu logikanya sama seperti membangun Mall, rumah sakit, gedung bioskop atau bangunan fisik lainnya? Jika hendak membangun negara Islam maka perlu bangunan dan infrastruktur itu dihancurkan. Atau dengan tindakan teror itu dengan mudahnya akan melahirkan ditrush terhadap penguasa dan kekuasaan akan begitu mudahnya beralih ke tangan mereka. Apalagi jika diukur dengan manhaj Kenabian dalam mendirikan negara, Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan “terror” menjadi jalan (metode) menegakkan negara.

Maka kesimpulan para “teroris” tujuannya adalah negara Islam perlu dikritisi, karena ada logika yang tidak nyambung. Apalagi jika diukur dengan timbangan metode Rasulullah SAW. Lagian masyarakat juga banyak yang tidak paham bagaimana pihak aparat kerap melakukan intimidasi mental dan fisik (siksaan) untuk membuat sebuah pengakuan yang akan dituangkan dalam BAP.

Menurut penulis, ini ada perang opini dan propaganda dalam terminologi jihad, negara Islam, dan syariah. Hingga sangking konyolnya, perampokan CIMB (tindak pidana criminal)-pun diungkap bahwa motif perampokan adalah mendirikan negara Islam. Sebuah lompatan konklusi yang sulit diterima nalar sehat. Adakah sebuah negara bisa dibangun dengan hasil rampokan 600 juta rupiah? Negara “antah barantah” mungkin.

Keempat; menurut Mbai, perlu mencontoh Malasyia dan Singapura untuk membuat perangkat hukum. Menurut Mbai di Malaysia keras sekali. Teroris dan radikalis tidak memiliki ruang gerak. Mahathir, mantan perdana menteri Malaysia tegas sekali. Semua ceramah, dakwah atau apa pun yang ditengarai menyebarkan permusuhan dan kebencian, itu ditangkap dan dimonitor

Ini tidak lebih sebagai ikhtiyar represif ala demokrasi. Jika ada regulasi yang meng-copy paste ala Malasyia atau Singaupura bisa jadi seorang nanti ceramah atau khutbah dan dimata-matai kemudian disimpulkan secara subyektif bahwa dia menghasut atau dianggap menyebar kebencian, maka bisa ditangkap dan dikenakan tuduhan terorisme karena dianggap satu rangkaian.

Dan menurut penulis, ini adalah cara pandang dan upaya paranoid dalam isu radikalisme dan terorisme. Sebuah pilihan solusi terhadap hilir dan abai pada persoalan hulunya. Sangat mungkin dengan munculnya regulasi yang sangat represif akan semakin menumbuhkan radikalisme seperti halnya hari ini. Dengan adanya lembaga semacam BNPT dan tindakan represif Densus88, “terorisme” bukan mengecil namun makin meng-eskalasi.

Kelima; menurut Mbai, penanganan radikalisme dan terorisme perlu upaya merubah prinsip teologisnya. Konsep Islam sebagai rahmat bagi semesta itu perlu dikedepankan terus.

Penulis tidak pernah mendengar dan membaca konsep Islam rahmatan versi Mbai itu seperti apa, dan bagaimana? Bisa jadi seorang Mbai belum paham atau tidak paham apa yang dimaksudkan Islam Rahmatan dan bagaimana mewujudkannya?

Apakah maksud Islam Rahmatan itu kehidupan kaum Muslim yang hanya mengambil aspek ritual dan membuang aspek politiknya? Apakah seorang Ansyaad Mbai pernah mengkaji tuntas al Qur’an dan Sunnah Rasul SAW hingga mendapatkan gambaran yang holistik dan integral tentang Islam? Islam itu Way of life, tapi bisa jadi Way of Life-nya seorang Ansyaad sebagai seorang muslim masih seperti orang buta yang meraba gajah dan hanya ketemu ekor dan pantatnya kemudian yakin sekali gajah itu ya seperti yang ia raba.

Sayang sekali, di banyak kesempatan seorang Mbai jarang membuka ruang dialog secara fair dan gayeng. Tapi yang terjadi sebaliknya, datang dan mengumbar “doktrin” lantas pergi. Lantas siapa sebenarnya yang menebar kebencian dan hasutan? Siapa yang menebar salah saham? Jika demikian terus adanya, alih-alih Ansyaad Mbai melakukan de-radikalisasi tapi justru ia melakukan radikalisasi terhadap umat Islam.

Waspadalah wahai umat Islam, siang dan malam orang-orang munafik mempersembahkan pengorbanan mereka demi umat ini tidak kembali kepada seruan Allah SWt dan Rasulullah SAW. Wallahu a’lam bishowab

Kapita Selekta Matematika: Mengungkap Keajaiban Angka 19 dalam Al-Qur'an

Pendahuluan

Dalam sejarah peradaban manusia,  zaman  yang biasa disebut sebagai “Zaman Keemasan Islam” berkisar antara abad ke-9 hingga abad ke-14, merupakan lintasan sejarah yang biasa dibicarakan secara terperinci oleh ahli-ahli sejarah barat. Sebenarnya, bagi orang islam  Zaman Keemasan  ialah pada zaman Nabi Muhammad saw,  khulafaurasidin  (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali), bani Mu’awiyah, bani Abasiyah sampai pada masa Khilafah Usmaniyah, masa ini yang disebut oleh orentalis sebagai zaman keemasan islam atau lebih wajar diistilahkan sebagai ‘Zaman Perkembangan Intelektual Islam’. Jika kita mebuat buku-buku sejarah sains, khususnya sejarah perkembangan matematika yang begitu banyak terdapat di perpustakaan  di pusat pengkajian tinggi hasil karangan sarjana barat, maka tidak dapat disangkal bahwa siapapun yang mengetahui sejarah peradaban Islam, sebenarnya akan merasa  keberadaan satu titik sulit dikalangan penulis-penulis barat ini dengan para orientalis dan para anti islam untuk menutup sama sekali akan kebesaran  dan kepentingan sumbangan sarjana-sarjana islam dahulu dibidang apapun, khussunya dibidang matematika.
Banyak dari pengarang barat menganggap orang orang islam tidak memberi sumbangan apapun bagi pertumbuhan matematika. Jika mereka bersimpati, setinggi-tinggi penghargaan yang diberikan  kepada sarjana-sarjana islam sebagai penyimpan ilmu warisan sarjana Yunani . Misalnya Orientalis Morris Kline dan Bell adalah ahli matematika yang terkenal dan popular dengan sikapnya yang antikurikulum matematika modern di sekolah-sekolah AS, masih mewarisi pendirian orang yang anti islam (phobia terhadap Islam).
Akan tetapi, mereka berbeda dengan George Sarton, dia dapat dikatakan sebagai sarjana barat yang terkemuka di dalam bidang sejarah sains. Pintu hatinya telah terbuka seluas-luasnya untuk memaparkan kebenaran. Dia tidak ragu-ragu memaparkan kejahatan sarjan-sarjana barat, dengan menyatakan:
 “Para pengkaji yang berhubungan dengan zaman pertenganhan telah memberikan kepada kita ide  palsu sama sekali tentang pemikiran sains zaman pertengahan karena kemampuan mereka yang terlalu eksklusif kepada pemikiran barat, sedangkan pencapaian tertinggi telah diperoleh oleh orang-orang timur…… sebutan orang ini kepada mereka……Al-Kindi, Al-Khawarizmi, Thabit Ibnu-Qura, Al-Kharkhi, Omar Khayam dll, yang semuanya lebih tinggi dari sarjana-sarjana  yang dipuja dibarat”.
Kemudian Sarton menegaskan lagi bahwa : “Abad ke-9 hampir sepenuhnya berupa abad orang islam,… kegiatan sarjana-sarjana islam dan orang sainsnya, amatlah superior. Merekalah yang menjadi pemegang piwai sebenarnya bagi peradaban masa itu”. Sebelum Salton mengemukakan ini, Smith telah lebih dulu menegaskan  dalam bukunya “The History of Mathematics” bahwa: “Eropa telah berhutang atas Renaissancenya (Pemmbaharuanya) Kepada zaman keemasan islam ini.

Pembahasan: Matematika Alqu'an 

Istilah  Matematika berasal dari bahasa Latin yaitu kata mathematica yang semula dari kata Yunani yaitu mathematike atau manthanein yang artinya relation to learning (berkaitan dengan pembelajaran/ pengetahuan). Istilah ini mempunyai akar kata mathema yang berarti science or knowledge (ilmu atau pengetahuan). Jadi berdasarkan asal-usulnya kata matematika itu sendiri berarti pengetahuan yang di peroleh dari proses belajar.
Menurut J.B R-Cooley, at al., Introduction to Mathematics, 1949, p10  bahwa  Mathematics is the science of the relations of numbers and space (Matematika adalah ilmu tentang hubungan-hubungan dari bilangan-bilangan dan ruang)
Dalam Everyman’s Encyclopaedia, Vol 8 (1958) menyatakan bahwa The mathematics is science of space and number, and is the basis of all other sciences (Matematika adalah ilmu tentang ruang dan bilangan dan merupakan dasar dari semua ilmu lainnya). jadi intinya adalah matematika merupakan ilmu tentang bilangan dan ruang. Akan tetapi Matematika Al-Qur’an adalah matematika yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah nabi saw sebagai postulat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad saw bahwa : Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, dan kamu tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan rasul-Nya. (HR. Muslim)
Sebaik- baik kamu ialah yang mempelajari Al- Quran dan mengajarkannya
(H.R.Bukhari).
Tulisan ini didasarkan kepada satu ayat Al - Quran yang mengatakan ada kalanya orang beriman bertambah imannya karena bilangan - bilangan, dan orang yang diberi kitab jadi yakin. Bila proses ini bisa kita alami, maka secara langsung kita dapat memahami apa itu Kitab dan apa itu Iman??.
Padanya sembilan belas. Dan tidak kami jadikan penjaga neraka, melainkan malaikat , dan tidak kami jadikan bilangan (jumlah) mereka melainkan cobaan untuk orang - orang kafir, agar yakin orang yang diberi kitab, dan bertambah iman orang yang beriman, dan tidak ragu - ragu lagi orang - orang yang diberi kitab dan orang - orang beriman.
(Al- Quran, surat Al-Muddats -tsir, ke 74 ayat 30 - 31).
Secara sederhana, ayat di atas tentu mengatakan bahwa setelah orang beriman diberi tahu bahwa bilangan malaikat penjaga neraka itu adalah sembilan belas, lantas bertambah iman mereka, dan orang yang diberi kitab jadi yakin. Tetapi, secara teknis tidak demikian. Hal itu karena orang yang tidak tahu Al - Quran tidak akan pernah tahu Kitab, dan tidak akan pernah tahu Iman, seperti dikatakan kepada Nabi Muhammad saw :
Dan seperti itu kami wahyukan kepada mu RUH dari urusan kami, padahal engkau tidak tahu (tadinya) apa itu Kitab dan apa itu Iman.
(Al-Quran, surat Asy-Syura, ke 42 ayat 52)
Maka Nabi pun kemudian mewasiatkan kepada kita : “Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan. Tidak kamu akan tersesat selama berpegang kepada keduanya. Kitab Allaahh dan Sunnah Rasul Allaahh.
(H.R.Muslim)
 
Formasi  Bilangan 19 dalam  Al - Quran 

Barangsiapa membaca satu huruf dari Al- Quran, maka baginya satu pahala dan satu pahala diganjar sepuluh kali lipat. (H.R.Atturmidzi)
Paling tidak pernyataan itu mengingatkan kita untuk tidak menyepelekan Al - Quran, walau hanya sebuah huruf tanpa makna. Misalnya ketika kita membaca surat ke 50. Tetapi tidak ada ukuran kebenaran untuk mengatakan seseorang telah dengan benar menafsirkan arti huruf itu. Di awal surat itu ada huruf “Qof ”dan dibaca “qof ”, bahkan surat ini bernama “surat Qof ”. Walau begitu, kita tetap membacanya Mengapa ???. “Ada pahalanya”.
Inilah sesuatu rahasia dalam ibadat ritual dalam Islam, seperti mencium hajar aswad misalnya, tentu dipahalai, karena mengikuti sunnah Rasul: Sesungguhnya hajar aswad itu adalah sebutir yaqut (batu permata) di antara yaqut -yaqut sorga. Kelak pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan dua mata serta sebuah lidah, yang dengannya ia berbicara dan bersaksi untuk siapa yang dengan kebenaran dan ketulusan hati pernah menyentuhnya
(Hadits,Tarmidzi, dan dishahihkan oleh Nasa- iy dari Abdullah bin Abbas)
Atau sholat di makam Ibrahim. Baik Maqom Ibrahim maupun batu hitam (hajar aswad), dua-duannya barang bersejarah sebagai bukti, ayat dan tanda kebenaran. Dengan terkaitnya mereka dengan ‘ibadah ritual, maka merekapun akan dipelihara, selama ummat itu masih ada. Seandainya hajarul aswad tidak dicium Nabi, mungkin sekarang sudah tidak kita lihat lagi. Maka dengan demikian kita telah kehilangan satu ayat, sebelum sempat menelitinya.
Demikian juga dengan huruf “qof ”tadi. Bisa jadi kita kehilangan sebuah huruf qof pada surat Qof, lantaran tidak dipahalai untuk membacanya. Maka kita kehilangan huruf itu sebelum sempat menelitinya. Dikaitkannya sesuatu yang dipelihara dengan ‘ibadat ritual, merupakan satu cara penjagaan yang paling mudah. Maka itu dikatakan: Sesungguhnya kami yang menurunkan Peringatan, Dan sesungguhnya kami kepadanya sungguh menjaga. (Al- Quran, surat Al-Hijir (Batu) ke 15 ayat 9)
            Dapatkah Al - Quran dipelihara tanpa memelihara bekas tempat berdiri Ibrahim, padahal di dalam Al - Quran dikatakan agar ummat Islam menjadikan sebagian dari bekas tempat berdiri Ibrahim itu sebagai tempat sholat ?. Dan jadikanlah sebagian dari tempat berdiri Ibrahim Sebagai tempat sholat
(Al - Quran, surat Al - Baqarah, ke 2 ayat 125)
Akhirnya dapat dikatakan bahwa memelihara Al - Quran, juga memelihara sarana yang terkait.
 Bahkan segala sesuatu telah dipelihara
Sesungguhnya Rabbiku menjaga tiap sesuatu (Al - Quran, surat Hud, ke 11 ayat 57)

Bilangan  n  x 19  pada  al – quran

- Dan kalimat yang mengawali Al - Quran dan bahkan hampir semua surat diawali dengan kalimat itu, jumlah huruf nyatanya 19. Yaitu kalimat : Bismillahiirrahmanirrahim merupakan FLYING BOOK (Kitab yang terbang):
Kalimat ini pernah terbang dari Lembah Semut ke Negeri Saba ’, ketika Nabi Sulaiman menulis surat kepada Ratu Saba ’dan surat itu dibawa oleh burung Hud- Hud. Oleh Ratu sabak kalimat ini disebut KITAB (Book).
Akibatnya haruslah ada kalimat ini pada surat ke 27 pada ayat 30 -nya. Maka dengan demikian surat ke 27 memiliki 2 buah kalimat ini, pada pembukaan surat dan pada ayat 30 -nya.
- Sepertinya Al - Quran telah dapat jatah kalimat itu sebanyak suratnya, yaitu 114 = 6 x 19. Kalimat yang dimaksud
( Bismillaahhirrahmaanirrahiim )
Dan karena pada surat ke 27 dibutuhkan 2 buah sehubungan kisah Nabi Sulaiman berkirim surat itu, maka diambillah kalimat ini di salah satu surat lain. Ternyata surat lain yang dipilih adalah surat ke 9 (surat At - Taubah) yang sekarang kita saksikan tidak diawali dengan kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim. Ada apa dengan 9 dan 27… ???
09,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27                                   01,02,03,04,05,06,07,08,09,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19
 Dari 9 s/d 27 ada 19 bilangan.
- Kata Allaahh di dalam Al - Quran ada sebanyak 2689 = 142 x 19 Kata Ar- Rahman yang mengenai Allaahh saja dan pada ayat bernomor (ayat Al - Quran ada yang tidak pakai nomor, misalnya pada kalimat Bismillaahhirrahmanirrahiim pembuka, tidak pakai nomor ayat , tetapi ia ditulis di permulaan pada permulaan surat) ada sebanyak 57 = 3 x 19
Kata Ar- Rahiim yang mengenai Allaahh saja dan pada ayat bernomor ada sebanyak 114 = 6 x 19
Kata Ismu yang mengenai Allaahh saja dan pada ayat bernomor ada sebanyak 19 = 1 x 19
Kata ISMU=  1 x19 ; Kata ALLAAHH = 142 x19 ; Kata AR – RAHMAN=  3 x19  Kata AR - RAHIM = 6 x19
6 + 3 + 142 + 1 = 152 = 8 x 19
- Surat YAA SIN , surat ke 36 pada Al - Quran
dibuka dua huruf YAA SIN.
Ya nya = 237
Sin nya = 48 _____      +
Jumlah = 285 = 15 x 19
19 Tengah - tengah Al - Quran yang biasa diberi warna merah pada tulisan Al - Quran lama, berada pada kata “WAL YATALATHTHOF”, adalah pada ayat ke 19 pada surat GUA (Al - Kahfi).
- Ada 5 surat yang pembukaannya dibuka  oleh Alif Lam Ra saja pada Al - Quran
No       Surat ke          Alif +Lam +Ra                     Jumlah           = n x 19
1.                10                 1319 + 913 + 257                   = 2489            = 131 x 19
2.                11                 1370 + 794 + 325                   = 2489             = 131 x 19
3.                12                 1306 + 812 + 257                   = 2375             = 125 x 19
4.                14                 493 + 323 + 96                       = 912               = 48 x 19
5.            15                 485 + 452 + 160                      = 1197            = 63 x 19
- Ada 6 surat dibuka Alif Lam Mim saja pada Al - Quran
No.  Surat ke   Alif  +Lam  +Mim              Jumlah = n x 19
1.       2                4502 + 3202 + 2195   = 9899         = 521 x 19
2.       3                2521 + 1892 + 1249   = 5662         = 298 x 19
3.       29              744 + 554 + 344         = 1672         = 88 x 19
4.       30              544 + 393 + 317          = 1254         = 66 x 19
5.       31              347 + 297 + 173          = 817           = 43 x 19
6 .   32              257 + 155 + 158          = 570           = 30 x 19 _           +
Jumlah = 1046 x 19 Dalam pelajaran selanjutnya kita menemukan bahwa 1046 ini benar kode Alif Lam Mim.
-          Ada 19 surat yang ayatnya tidak lebih 10 ayat pada Al- Quran
No.  Surat ke              Nama Surat              Jumlah ayat < 10
1.       1                           Al - Faatihah                          7
2.       114                       An -Naas                                6
3.       113                       Al – Falaq                              5
4.      112                        Al – Ikhlash                           4
5.      111                        Al - Lahab                             5
6.      110                        An -Nashru                           3
7.      109                        Al - Kafirun                           6
8.      108                        Al – KauTsar                         3
9.      107                        Al - Ma ’un                            7
10.   106                       Al – Quraisy                           4
11.  105                        Al - Fiil                                   5
12.   104                       Al -Humazah                         9
13.   103                       Al - ’Ashr                               3
14.   102                       At- Takaatsur                       8
15.   99                         Az-Zalzalah                            8
16.   98                         Al – Baiyyinah                       8
17.   97                         Al – Qadru                             5
18.   95                         At- Tiin                                   8
19.   94                         Al – Insyirah                          8
-  Ada 29 surat pada Al - Quran yang dibuka huruf Abjad. Cara penyajiannya terbagi atas dua kelompok. 1.Kelompok yang dicampur dengan kata - kata, seperti Alif Lam Ra pada surat ke 12 , kita lihat setelah itu langsung ada kata - kata. dicampur dengan kata-kata dalam satu nomor Banyak surat yang dibuka huruf abjad dengan cara ‘dicampur’ seperti ini ada 10 surat saja. Sisanya yang tidak dicampur, (artinya di suatu nomor surat itu isinya hanya huruf abjad) ada 19 surat .
-  Dari 29 surat pada Al - Quran yang dibuka huruf Abjad. Ke 28 surat itu telah kita jelaskan alasan jumlah huruf abjad itu padanya, kecuali surat ke 68 (Al - Qalam) yang dibuka huruf Nun.
Huruf Nun pada surat Al - Qalam tidak n x 19, tetapi – 2 dari 7 x 19. Seperti ayat Al - Quran sendiri bersama basmalah = 6348 tidak     = n x 19, tetapi + 2 dari 334 x 19
-  Jumlah surat di dalam Al - Quran = 114 = 6 x 19 dan Huruf Al - Quran = 330733 = 17407 x 19
Demikian Bilangan nx19 & Al - Quran Demikian  juga dengan  Flying Book (yang menggunakan Kalimat Bissmilahirrahmanirrahim) yang  memiliki 19 huruf.

Refrensi :

1.      Al-Qur’an Dan Sunnah
2.      Fahmi Basya (2006). Matematika Islam (Matematika Al-Qur’an). Best seller Jakarta : Republika.
3.      M. Kline (1972). Mathematical Thonght from Wncient to Modern Times. Oxford Uni. Press
4.      E.T. Bell. (1945). The development of Mathematics. Pretice Hall
5.      The Liang Gie (1999). Filsafat Matematika.  Yokyakarta : Pusat Belajar Ilmu Berguna.
6.      G. Salton (1948). The life of sciences. New York: Henry Schumann
7.      D.E. Smith. 1923. History of the mathematics. Jil. I. New York : Ginn Co.
8.      Sulaiman, Nordin (2000). Sains Menurut Perspektif Islam. Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur dengan PT. Dwi Rama.
9.      Shahrir bin Muhammad Zain (1985). Pengenalan Tamadun Islam dalam Sains dan Teknologi. Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur.
10.  Merick (1970). Mathematical for liberal Arts Students. Boston, princle, weber Schmidt.


Isu NII dan Sikap Hipokrit Penguasa

Oleh: Harits Abu Ulya (Pemerhati Kontra-Terorisme dan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)
 
Dalam sepekan lebih, isu NII (Negara Islam Indonesia) menjadi buah bibir di media elektronik maupun cetak. Banyak kalangan mendiskusikan dan memberikan penilaian, sikap dan tawaran solusi. Pro-kontra; Pemerintah terkesan  tidak tegas  bahkan  ambivalen, kemudian justru menggiring opini kearah perlunya pemerintah memiliki seperangkat regulasi RUU Intelijen.

Banyak pihak yang menuding pemerintah seolah menutup mata, melakukan pembiaran dan menganggap enteng gerakan NII. Sikap ini beralasan, karena melihat pemerintah seperti yang di ungkapkan Menko Polhukam RI DJoko Suyanto; NII belum bisa dianggap makar karena baru bersifat mengajak orang untuk mengikuti jalan mereka. “Kalau hanya menghimbau dan meminta untuk mengikuti NII, kan tidak bisa dikatakan menggangu kedaulatan negara,” ujar Djoko di sebuah media. Karenanya, beliau meminta agar media tidak membesar-besarkan masalah NII.

Di kesempatan yang berbeda Djoko kembali menegaskan pernyataannya bahwa NII belum menjadi ancaman Nasional. Dalihnya karena NII belum merupakan gerakan yang bersifat massif, (Media Indonesia, 2/5/2011).
Sementara mayoritas Umat Islam Indonesia  mempersoalkan eksistensi NII, alasan mendasarnya adalah adanya penyimpangan-penyimpangan menyangkut akidah, pokok-pokok syariat dan terjadinya tindakan kriminal yang dilakukan secara terorganisir.

NII KW IX bukan DI/TII Kartosoewiryo

Isu NII yang muncul sebenarnya lebih fokus mengarah kepada kelompok NII KW IX yang ditengarai pemimpinya adalah Abu Toto alias Abu Mariq alias Abu Marif alias Syamsul Alam dengan julukan atau gelar Syekh Panji Gumilang. Jika dilacak akar embrionalnya tentu tidak bisa lepas dari sejarah eksistensi gerakan DI/TII  (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dibawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosoewiryo yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Sebuah sikap anak bangsa di awal kemerdekaan Indonesia, yang merasa tidak terakomodir kepentingan dan visi politiknya dalam format dan sistem yang dibangun untuk kehidupan sosial politik negara Indonesia. Namun NII KW IX tidak otomatis bisa diklaim adalah DI/TII itu sendiri, karena faktanya  dalam banyak aspek yang dikembangkan oleh KW IX tidak dan bukan aspek (visi dan misinya) murni seperti yang pernah di perjuangkan oleh DI/TII Kartosoewiryo.

Dalam riset MUI (2002) terungkap; menurut Raden Abdul Fatah Wirangganapati, mantan Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi Angkatan Perang NII yang bertugas memilih dan mengangkat panglima komandemen wilayah (KW), sejak Juli 1962 secara organisasi NII sudah bubar. Saat itu hanya ada tujuh KW, jadi belum ada KW IX.   Menurutnya, pada tahun 1975 (1974), Adah Jailani (mantan salah satu komandan wilayah) mengangkat dirinya sebagai imam NII (1975), dan sempat dipenjara tahun itu.

Pada tahun 1976 tercium kuat adanya fakta penetrasi intelijen (Ali Murtopo/BAKIN) ke tubuh NII, melalui Adah Jailani.  Lalu di bentuk komandemen baru yaitu KW VIII untuk wilayah Lampung dan KW IX yang meliputi Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bekasi, Banten). KW IX dipimpin oleh Seno Aji alias Basyar.  Lalu dia digantikan oleh Abu Karim Hasan, orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan doktrin Mabadiuts Tsalatsah yang digunakan KW IX hingga kini. 
Abu Karim Hasan meninggal tahun 1992, lalu Adah Jaelani mengangkat Abu Toto menggantikan Abu Karim.  Sejak tahun 1993, KW IX membangun struktur dibawahnya hingga meliputi seluruh wilayah Indonesia. Juga membangun sistem keuangan dan doktrin dasar yang sebelumnya tidak pernah diajarkan dalam gerakan DI/TII Kartosoewiryo.  NII KW IX itu eksis hingga kini. Dari penelitian MUI tahun 2002 ditemukan indikasi kuat adanya relasi antara Ma’had az-Zaytun (MAZ) dan organisasi NII KW IX.

Tidak keliru kalau sebagian pihak menyatakan, bahwa orang-orang NII KW IX adalah mereka yang mencari uang dengan menjual nama NII atau berkedok perjuangan agama yang telah didesain “kelompok tertentu” bahkan banyak diisukan telah dipelihara intelijen untuk mendelegitimasi Islam.
Cita-cita NII yang sekarang, lebih tepat menjadi tameng dari sebuah kriminalitas terorganisir bahkan disinyalir melibakan instrument kekuasaan (intelijen negara).
Lihat saja, dalam masalah akidah dan syariat terungkap banyak doktrin NII yang sekarang (lebih tepat disebut NII Gadungan) ini sarat akan penyimpangan;
Pertama, Menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan kepentingan organisasi, Kedua, membagi shalat menjadi dua, shalat ritual dan shalat universal, Ketiga, merubah zakat jadi harakah Ramadhan dan harakah Qurban. Keempat, melaksanakan haji ke ibu kota negara (di lembaga mantelnya; ma’had az Zaytun Indramayu -Jabar). Kelima, mengkafirkan orang diluar kelompoknya, Keenam, menyamakan posisi negara dengan Allah, dan para pimpinanya sebagai Rasul. Ketuju, sangat eksklusif dan tertutup. Kedelapan, menghalalkan segala cara untuk meraih target. Tentu doktrin seperti ini akan berdampak kepada penafsiran al-Qur’an dan hadis mengikuti hawa nafsu. Merubah arti dan bentuk ibadah yang sudah pasti (tauqifiyah), melegalisasi segala bentuk kriminalitas dengan al Qur’an.(dari www.nii-crisis-center.com).

Dengan membandingkan hal ini, seharusnya cukup menjadi penjelas bagi masyarakat. Bahwa “NII asli” (saat digagas S.M. Kartosoewirjo) adalah murni bernilai luhur islami. Sedang sepeninggal beliau sudah ada unsur intelijen (era Ali Mortopo) masuk. Karenanya, tidak salah, jika banyak orang menyebut NII yang sekarang banyak diramaikan itu tak lain adalah “NII Gadungan” yang tak mencerminkan nilai-nilai Islam. Masalahnya, jika NII yang saat ini meresahkan, mengapa terus dipelihara?

Sikap aneh penguasa

Media sudah banyak mengekspos korban tindak pidana dari kelompok NII KW IX ini. Dari berbagai kalangan, masyarakat kecuali dari keluarga Polri dan TNI. Ada banyak laporan kasus penculikan, penipuan, pencurian bahkan sampai tindakan perampokan adalah produk dari kelompok ini. Juga pengaduan korban, kesaksian mantan anggota NII dan hasil penelitian Balitbang Depag (Februari 2004), MUI (5 oktober 2002) dan temuan Intelkam Mabes Polri seharusnya cukup memberikan pijakan kepada pemerintah untuk merumuskan sikap dan tindakan tegas terhadap kelompok NII KW IX.

Tapi toh faktanya yang kita lihat lain. Yang terkadi, justru pakar teroris, aparat, pengamat justru menyeret isu NII ini ke mana-mana. Sampai-sampai ada yang mengusulkan merobah kurikulum agama, mengawasi kegiatan kegamaan di kampus, menghambat ektrakurikuler di sekolah juga termasuk isu-isu syariat Islam.

Dalam benak umat Islam bergelayut pertanyaan; Pertama; kenapa pemerintah tidak begitu tegas meski jelas banyak fakta dan saksi yang melapor? Kedua, mengapa yang terjadi justru sibuk menyeret kasus ini pada ranah yang berkaitan dengan apapun berbau Islam?

Mari kita lihat. Dalam kasus kriminal perampokan 2010 (Bank CIMB-Medan) tiba-tiba diluncurkan opini bahwa visi perampokan adalah mendirikan negara Islam (Daulah Islamiyah)  dalam kasus terbaru, bom buku yang kemudian hari terungkap motif pelakunya lebih dominan adalah bisnis, pihak BNPT juga “bernyanyi” bahwa mereka adalah kelompok “teroris” dengan misi politik hendak mendirikan Daulah Islam global (Khilafah Islamiyah). Sungguh aneh. Fakta korban “NII gadungan” beserak di depan mata. Namun yang terjadi justru mengembangkan isu syariat global, daulah islamiyah dan segala tetek-mbengek nya.

Sebagai bagian masyarakat kita layak bertanya.Apakah penguasa memiliki kepentingan politik dibalik eksistensi NII? 

Sebagai bagian masyarakat, kita juga punya kesan. Ada yang menginginkan isu Negara Islam Indonesia (NII) ini dimunculkan agar orang akan takut mendengar namanya. Jadi jangankan ikut gabung, mendengar saja sudah takut. Selanjutnya, isu NII seolah dijadikan alat bahwa gerakan ini sangat berbahaya dan ancaman bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Yang terakhir, isu NII bisa dijadikan “jualan” dan propaganda untuk mengesankan bahwa syariah Islam adalah sebagai ancaman NKRI yang ujungnya menjauhkan umat Islam dari perjuangan penerapan syariah Islam.
Pertanyaan ini sangat wajar. Sebab bukan rahasia lagi, bagaimana gerakan Islam di era 70-an sampai 90-an penuh dengan politisasi pemerintah kita. Banyak buku sejarah mengungkap, kasus Woyla, Komando Jihad (Komji), Gerakan Usroh dll ada unsur intelijen di dalamnya.
Benarkah ada kaitan Al Zaitun sebagai basis NII KW-IX? Benarkan “NII Gadungan” saat ini adalah bagian rekayasa intelijen? semua harus dijawab dan dibuktikan. Jika dugaan itu tidak benar, maka, jawabannnya sederhana saja. Masyarakat sedang menunggu bukti nyata dari pemerintah. Sebab sudah banyak saksi dan ratusan pengadu mantan aktivis “NII Gadungan” bisa dasar awal penyelidikan. Wallahu a’lam.