Strength of the Patient |
Suatu ketika beliau berceramah di Masjid Al-Ikhlas,
waktu itu terjadi pada bulan ramadhan kalaw tidak salah pada malam ketiga. Topik
ceramah yang Prof. Abdul Hadis bawakan adalah berkaitan dengan kesabaran. Dalam ceramah
tersebut beliau menjelaskan pentingnya kesabaran sebagaimana telah dicontohkan
oleh rasulullah SAW, rasulullah diludahi, dilembari dengan batu, diboikot
secara ekonomi, bahkan ada acaman nyawa mejadi taruhan. Kenapa rasulullah SAW
bisa melewati itu semua? Kata kuncinya adalah hanya dengan kesabaran. Setiap
usaha dan perjuangan selalu dipenuhi oleh liku-liku dan panjangnya perjalanan.
“Hanya menjadi persoalannya adalah berapa banyak
orang yang memiliki kesabaran sebagaimana rasulullah SAW? Berapa banyak juga
yang mau bersabar dalam mencari rezki dan berusaha? Saya kira sedikit” tanyanya
kepada jamaah. Suasananya menjadi serius dan hening. Beliau melanjutkan “saat
ini ada bermacam-macam karakter yang dimiliki oleh masyarakat, ada kurang sabar
dalam berusaha, ada yang banyak uangnya
tetapi tidak pernah menginfakan rezkinya, ada yang berdoa saja kerjanya tetapi
tidak mau berusaha, ada juga seperti pepatah bugis elo ande tea eco-eco (mau makan tetapi tidak mau berusaha)”
kata-katanya disambut tawa oleh pendengar.
Beliau memang punya ciri khas sendiri dalam
menyampaikan materi ceramahnya, di samping dengan gaya yang cocak, apa adanya,
beliau juga homoris. Bahkan disetiap ceramahnya, selalu diselipi dengan
kata-kata yang penuh dengan candaan. Ada jamaah yang pernah bilang kepenulis
bahwa humoris dan kelucuanya membuat orang tertawa baru mendengarkan suaranya
jamaah sudah mulai tertawa, apalagi kalaw mendengar penjelasan isinya pasti
mereka akan tertawa terus. Kelucuan beliau bukan dibuat-buat, tetapi murni
spontanitas yang muncul dalam dirinya sebagai inner capacity (kemampuan dari dalam). Kelucuan beliau hanya
sekedar kata-kata saja tidak ditunjukan dengan gerakkan yang over atau lebai.
Karena menurutnya senyata utama yang akan melumpuhkan lawan adalah dengan
kekuatan kata-kata. Jika pembaca
mendengar ceramah atau pun cara beliau mengajar, anda tidak akan bernah bosan
sebab materi yang beliau ajarkan selalu renyah diresapi, bahkan terkadang tidak
terasa kalaw ternyata waktu sudah melewati jadwal yang telah ditetapkan.
Dalam suatu kesempatan beliau duduk dimasjid
bercerita dengan remaja masjid, kebetulan semua remaja masjid adalah mahasiswa.
Mereka sangat tepat yang diberi gelar sebagai ahlu-shuffah (pemudan yang tinggal dimasjid). Banyak hal yang
beliau sampaikan salah satunya adalah beliau mengulang kata kesabaran yang
harus dimiliki. Kesabaran dalam menuntul ilmu agar kelak bisa bermanfaat bagi
masyarakat, bangsa dan negara. Itulah esensi dari kecerdasaan social yang tidak
semua orang memilikinya. Jika di awal kita bersabar maka di akhir kita akan
mendapatkan reward (balasan) yang terbaik baik didunia maupun diakhirat. Dengan
gaya yang agak serius beliau menceritakan sebuah anekdok tentang suatu pameran
penjualan otak yang termahal didunia. Pendengar juga serius menanti lanjutan
ceritanya.
Ceritanya begini katanya “konon otak orang
Indonesia sangat digemari dan jadi rebutan di antara calon penerima donor otak
manusia. Di pameran tersebut, harga otak manusia Indonesia dikabarkan paling
tinggi dan paling mahal. Setiap ada persediaan hampir bisa dipastikan langsung
laku terjual, dan banyak lagi pesanan sesudah itu. Orang-orang pun heran.
Mengapa bukan otak orang eropa yang terkenal cerdas-cerdas itu yang diburu?
Mengapa juga bukan otak orang-orang Jepang, yang tersohor memiliki kemampuan
tinggi dalam bidang teknologi, yang diperebutkan? Atau, mengapa tidak otak
orang Cina yang sudah dikenal luas lihai berbisnis? Mengapa justru otak orang
Indonesia?. Jawabannya adalah setelah dilakukan semacam penelitian yang begitu
panjang, ternyata persepsi para penerima donor otak dalam menentukan pilihan
bukan pada standar umum seperti asumsi di atas. Akan tetapi, otak orang
Indonesia rata-rata masih bagus dan mulus soalnya jarang dipakai!”.
Mendengar anekdok tersebut, penulis yang selalu
serius pun tertawa dengan anekdok tersebut. Anekdok yang digambarkan oleh
beliau di atas menjelaskan bahwa banyak para remaja saat ini terutama mahasiswa
yang justru menggunakan waktu produktif mereka melakukan hal-hal yang sia-sia.
Tidak sedikit juga aksi atau demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh sebagian
mahasiswa hingga berujung terjadinya bentrokan, justru merugikan masyarakat
pada umumnya. Sehingga, kadang masyarakat menilai bahwa mereka itu seakan-akan
tidak menggunakan akal (otak) yang sehat untuk berpikir demi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bahkan demonstrasi anarkis mahasiswa yang kerap
terjadi di kota Makassar menjadi wacana yang selalu dibicarakan oleh Daeng Beca
(tukang Beca).
Dulu ketika ada mahasiswa yang berkelahi, temannya
yang lain menyatakan “jangan seperti tukang beca!” pernyataan yang menunjukan
bahwa fakta yang kerap terjadi dahulu konon seperti itu. Tetapi sekarang justru
terbalik, ketika ada tukang beca yang berkelahi, tukang beca yang lain
menyatakan “jangan seperti mahasiswa!” pernyataan itu cukup menyakitkan bagi
mahasiswa pada umumnya padahal persoalan itu adalah masalah kasuistik, hanya
dilakukan oleh sebagian mahasiswa yang bermasalah. Jika wacana yang dibicarakan
tukang beca itu benar adanya, sungguh itu adalah kerendaan intelektual
“mahasiswa” yang nota-benenya sebagai agen perubah (agent of change).
“Kenapa itu semua bisa terjadi, karena mereka
kurang bersabar dalam menjalani proses perkuliahan sebagaimana terjadwal, sehingga
mereka memilih jalan yang lain. Dan, konon dalam suatu penelitian bahwa mereka
yang demonstrasi anarkis dijalan raya adalah orang-orang yang bermasalah secara
akademis. Coba dibayangkan bagaimana bisa menjadi agen perubah sementara mereka
membuat kerusakan sampat terkadang membuat keonaran, bakar ban di tengah jalan,
sehingga membuat mobil-mobil tidak bisa lewati. Akhirnya terjadi kemacetan yang
sangat parah.
Coba juga dibayangkan kalaw ada orang yang mau
melahirkan dan disegera dirujuk ke rumah sakit, sementara suasananya macet
total. Ini bisa membahayakan nyawa manusia sebab tidak ada dokter atau perawat
yang ada di ambulans” sahutnya. Oleh karena itu, beliau berpesan bahwa menjadi
mahasiswa haruslah harus dijalani dengan penuh kesabaran, ketabahan, terus
belajar dan tawakal, karena dengan itu mahasiswa akan punya skill serta memiliki kompetensi agar
bisa menjadi pribadi yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat pada umumnya.
***
Orang
yang bersabar adalah bukan orang yang kalah, tetapi orang yang tetap tenang dalam
hidup dan ia
tahu bahwa tuhan akan menurunkan rahmatnya. Sebab bersabar bukanlah
kekalahan tetapi kemenangan yang akan segera diraih. Sabar
begitu sering
disebut dalam kitab suci Al-qur’an, sebab Allah mengetahui besarnya beban yang
dituntut oleh konsistensi ditengah beragam kecendrungan dan keinginan, beratnya
beban yang dituntut dalam mencari ilmu dan rezki dimuka
bumi ditengah-tengah dinamika peseteruan dan rintangan.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang
beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Sabar
mesti ada dalam melaksanakan ketaatan dan patuh pada aturan, dalam
menghadapi tantangan dan rintangan beragam coraknya, dalam menanggung
lamanya keletihan, dalam sedikitnya penolong, dalam panjangnya jalan berduri,
dalam menghadapi kebengkokan jiwa dan kebekuan
hati, dalam
menahan diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat, selalu
menyontek, malas hadir kuliah, minuman keras, narkoba, judi dan perbuatan tidak
bermanfaat lainnya.
Ibnu
Qayyim berkata bahwa kesabatan yang terberat adalah mengalahkan diri sendiri.
Beratnya kesabaran sangat bergantung pada faktor pendorong perilaku yang
membuat seorang meyimpang. Bila tidak punya dorongan yang untuk mabuk misalnya,
membunuh atau melakukan perbuatan keji, maka sabar dari perbuatan itu mudah
baginya. Sebaliknya, barang siapa yang punya keinginan kuat untuk melakukan
perbuatan keji dan tercela, serta ringan baginya untuk melakukan itu semua,
maka sabar untuk meninggalkan itu sangatlah berat.
Ada suatu kisah yang sangat penting untuk diulang
berkenaan dengan hal di atas, mungkin pembaca pernah mendengar cerita ini.
Tetapi tidak ada salahnya untuk diangkat kembali. Berikut kisahnya,
Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya
yang sedang membaca Koran. “Ayah, ayah,” kata sang anak. “Ada apa Nak?” tanya
sang ayah. “Aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku belajar mati-matian
untuk mendapat nilai bagus, sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan
menyontek. Aku mau menyontek saja! Aku capek. Sangat capek”.
Anaknya melanjutkan “Aku capek karena aku harus
terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin
kita punya pembantu saja! Aku capek, sangat capek.
Aku juga capek karena aku harus menabung, sedang
temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung.
Aku juga ingin jajan terus! Aku capek, sangat
capek, karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku
enak saja berbicara sampai aku sakit hati.
Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga
sikapku untuk menghormati teman- temanku, sedang mereka seenaknya saja bersikap
kepadaku.
Aku capek ayah, aku capek menahan diri. Aku ingin
seperti mereka yang terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah!”
Begitu sedihnya, sehingga sang anak pun mulai menangis.
Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus
kepala anaknya sambil berkata ”Anakku, ayo ikut ayah. Ayah akan menunjukkan
sesuatu kepadamu.” Lalu sang ayah menarik tangan sang anak, kemudian mereka
menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan
dipenuhi ilalang. Lalu sang anak pun mulai mengeluh ”Ayah kita mau kemana?? Aku
tidak suka jalan ini. Lihat sepatuku jadi kotor, kakiku terluka karena tertusuk
duri. badanku dikelilingi serangga, berjalanpun susah karena ada banyak
ilalang. Aku benci jalan ini ayah!” Sang ayah hanya terdiam.
Mereka pun tetap berjalan terus. Sampai akhirnya
mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada
banyak kupu-kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang. Anaknya
bertanya “Wwaaaah… tempat apa ini ayah? Aku suka! Aku suka sekali tempat ini!”
Sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan
rerumputan hijau. “Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah,” ujar sang
ayah. Si anak pun ikut duduk di samping ayahnya. ” Anakku, tahukah engkau
mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah?”.
Anaknya menjawab ”Tidak tahu Ayah, memangnya
kenapa?”. “Itu karena orang-orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi,
padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam
menyusuri jalan itu.” Sahut ayahnya. Anaknya menjawab ”Ooh… berarti kita orang
yang sabar ya, Ayah?”. ”Nah, akhirnya kau mengerti” tambah ayahnya. Anaknya
bertanya lagi ”Mengerti apa? Aku tidak tahu apa yang harus dimengerti”.
”Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran
dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam
setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi.
Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat
lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus
sabar saat dikelilingi serangga dan akhirnya semuanya terbayarkan? Ada tempat
dan taman yang sangat indah, seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat?
Kau tidak akan mendapat apa-apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku.”
Jawab ayahnya.
”Tapi Ayah, bersabar itu tidak mudah” sahut seorang
anak. ”Ayah tahu. Oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau
tetap kuat. Begitu pula hidup, ada Ayah dan Ibu yang akan terus berada di
sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu. Tapi ingatlah anakku,
kami tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau
harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada
orang lain, jadilah dirimu sendiri.
Jadilah pribadi yang kuat, yang tetap tabah dan
tawakkallah karena kau tahu ada Tuhan di sampingmu. Maka kau akan dapati dirimu
tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan
pulang. Nah, kau tahu akhirnya kan?” Tanya ayahnya. ”Ya Ayah, aku tahu.. Aku
akan mendapat hasil yang luar biasa bahkan hadiah surga yang indah kelak, yang
lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti. Terima kasih Ayah, aku akan
tegar saat yang lain terlempar.” Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah
anak kesayangannya.
Semua
orang tahu bahwa hidup ini sangat dipenuhi oleh tantangan dan rintangan, tetapi
kita tidak tahu seberapa besar cobaan dan rintangan yang Tuhan berikan pada
kita. Namun, kita mesti tahu, Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi
kekuataan hambanya. Maka teruslah berdo'a, tawakal dan pasrah akan kehendak-Nya
karena semua telah dituliskan. Sekecil apapun usaha dan ibadah yang dilakukan
akan dibalas beribu-ribu kali lipat, begitu juga sebaliknya. Jangan terlena
oleh kemewahan hidup dunia, harus diketahui juga bahwa harta dan tahta
(jabatan) yang dimiliki di dunia hanyalah titipan, semuanya akan dimintai
pertanggungan jawab dan akan kembali kepada-Nya. Kesabaran akan membuahkan
hasil yang indah. Ingatlah, Tuhan sangat menyukai orang-orang yang sabar.
Semoga kita semua bisa menjadi orang-orang yang sabar dan mendapat cinta-Nya. [] by: Didiharyono
Strength of the Patient