Amerika
Serikat bakal merayakan Independence Day ke-239 di Anjungan Pantai Losari, Jl
Penghibur, Makassar, Senin-Rabu (25–27/5/2015) mendatang. Konsulat Jenderal
Amerika Serikat bagian Politik- Ekonomi, Joanne I. Cossit mengatakan banyak
perusahaan Amerika di Makassar sehingga duta besar memilih area ini sebagai
lokasi pusat perayaan Indepence day (www.tribun-timur.com, Rabu 18 Maret 2015)
Bukan
suatu yang heboh, mengingat AS juga telah merayakan hari kemerdekaan di
beberapa daerah. Tradisi peringatan The Fourth July di Indonesia mulai digagas
era Dubes AS, Scot Marciel sejak 2012. Perayaan Independence Day ke-236
(Medan-2012), ke-237 (Manado-2013), dan ke-238 (Surabaya-2014). Perayaan
Independence Day sejak tahun 1776. Perayaan Independence Day AS di Indonesia
secara hukum internasional memang tidak melanggar. Bahkan hal ini digunakan
untuk mempererat hubungan diplomatik dan budaya AS-Indonesia. Tak hanya
Independence Day, AS juga memperingati Thanksgiving pada November 2014 di
Banyuwangi Jawa Timur.
Meski
demikian, rakyat Indonesia harus peka dan bertanya. Kenapa harus dirayakan di
kota tertentu? Apakah hal ini akan membawa kebaikan? Ataukah ada udang di balik
batu? Sikap kewaspadaan ini perlu dibangun bagi siapa pun untuk lebih
mencermati setiap kebijakan negara asing. Lebih-lebih negara berpengaruh
seperti AS. Jangan sampai rakyat ini dirugikan dan dijadikan tumbal kepentingan
semata.
Makna
Kemerdekaan Bagi AS
“Bangsa-bangsa
koloni tidak ingin menghentikan kolonisasi, karena mereka sebenarnya merdeka”, demikianlah
ucapan Benjamin Disraeli (politikus dan Mantan Perdana Menteri Britania Raya
1868). Kemerdekaan menjadi bahasa politik yang dipenuhi dengan istilah bermakna
ganda. Selama dua abad terakhir, “kemerdekaan” sering dianggap sama dengan
“kebebasan” yaitu istilah umum yang berkenaan dengan keadaan yang paling baik
bagi seorang manusia. Berbagai perang kemerdekaan diperingati, hari kemerdekaan
selalu dirayakan, dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan pun senantiasa dipuja-puja.
Para
pendukung kemerdekaan selalu memuji kemerdekaan Amerika dari Inggris.
Tokoh-tokoh penting perang kemerdekaan yang membebaskan Amerika dari penjajahan
Inggris dianggap sebagai pahlawan tidak hanya oleh bangsa Amerika, tetapi juga
oleh bangsa yang jauh dari Amerika. Kondisi bangsa-bangsa jajahan Inggris
keadaannya sama dengan Amerika pada abad ke-18. Di mana pun, penjajahan selalu
menghasilkan kesengsaraan yang serupa.
Sesungguhnya
kekuatan yang melatar belakangi lahirnya Amerika Serikat adalah kekuatan
bersifat ideologi. Para pemikir dan intelektual mereka secara serius berjuang
untuk menyusun suatu sistem yang steril dari fanatisme keagamaan dan sosial
sebagaimana yang terjadi di Eropa. Mereka membangun negara sekuler yang
menjamin kebebasan seseorang dalam berdagang. Dan kapital menjadi dasar bagi
negara.
Deklarasi
kemerdekaan Amerika Serikat menyatakan dengan jelas sikap ideologis AS:
“Kami
berpegang teguh pada kebenaran ini, yaitu bahwa manusia diciptakan dalam
keadaan sederajat; bahwa mereka dianugerahi oleh penciptanya dengan hak-hak
yang tidak dapat direbut; di antaranya adalah hak untuk hidup, hak untuk
mendapat kebebasan, dan hak untuk memperoleh kebahagiaan. Untuk menjamin
hak-hak tersebut, maka dibentuk suatu pemerintahan, yang kekuasaannya berasal
dari kesepakatan orang-orang yang diperintah”
Jelaslah landasan sistem
negara AS yaitu Sekularisme-Kapitalisme. Dengan sistem tersebut mereka berupaya
menjadikan AS sebagai sebuah kekuatan utama di dunia. Landasan ideologis itulah
yang mendorong AS saat ini bersikap demikian. Meski ideologi mereka
(Kapitalisme-Sekular) merupakan ideologi yang salah dan keliru. Begitu pula
perayaan Indpendence Day di negara manapun merupakan bentuk pengokohan AS
sebagai negara berpengaruh. Terlebih AS ingin menancapkan pengaruhnya di
wilayah strategis Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Hegemoni
AS atas Dunia
AS
dimanapun berada dipastikan ingin menjadi negara berpengaruh. Tak memperdulikan
batas-batas dan etika politik internasional. Peristiwa penting apa pun di dunia
ini, tak berlepas dari pengaruh AS dan negara yang mengikutinya. Secara
mendasar politik luar negeri AS adalah imperialisme (penjajahan) dan
menyebarluaskan ideologinya. Penjajahan dilakukan dengan beragam bentuk;
meliputi ekonomi, politik, militer, pendidikan, budaya, dan lainnya. Grand
strategy ini tidak pernah berubah. Kalaupun berubah hanya pada
aplikasi pada level menegah atau bawah.
AS,
sebagaimana halnya negara-negara kapitalis, dikuasai oleh para pemilik
perusahaan monopoli dan para pengusaha. Mereka itulah yang memiliki pengaruh
terhadap politik AS. Adapun politik luar negeri AS adalah politik orang kaya
dan para pemilik perusahaan monopoli. Artinya, politik AS adalah politik
imperialisme murni, yang tidak mengenal nilai- nilai luhur. Meskipun
kadang-kadang politisi AS nampak lugu dan hampir-hampir dungu, namun mereka
berpikir secara mendalam yang mengungguli kebanyakan politisi di dunia. Mereka
memiliki kemampuan yang tinggi untuk berubah dengan cepat, kemudian membuat
beraneka ragam strategi dan memecahkan masalah. Barangkali ambisi untuk
menjajah, di samping pendidikan yang tinggi, berpengaruh terhadap aktivitas
politik mereka. Para politisi AS menganggap seluruh dunia adalah ladang
bercocok tanam milik mereka. Mereka memandang negara-negara besar lainnya tidak
layak untuk mempunyai pengaruh, dan bahwa sekarang negara-negara besar itu
harus mundur, keluar, dan rela terhadap keadaan dunia yang ada, yaitu adanya
ketundukan terhadap dominasi pihak-pihak yang kuat.
Demokratisasi
(termasuk HAM) dan liberalisme ekonomi menjadi dua pilar penting kebijakannya
di luar negeri. Semangat AS menyebarluaskan dua pilar tersebut untuk semakin
mengokohkan hegemoni di manapun. Intinya demi kepentingan dan keuntungan AS.
AS juga
menguasai PBB dan juga segenap badan-badan dunia bentukan PBB. AS juga memiliki
dana terbesar di Bank Dunia dan IMF, yang selanjutnya memiliki pengaruh politik
yang luas yang menjadi bidang pekerjaan Bank Dunia dan IMF. Demikian pula AS
berusaha memperkuat perdagangan dunia melalui politik globalisasi yang menjadi
senjata WTO. WTO sebagai salah satu sarananya untuk mengintervensi pasar-pasar
lokal dengan dalih tarif bea masuk bersama. Dengan demikian AS berupaya untuk
melakukan liberalisasi perdagangan. Dan karena AS mempunyai kekuatan ekonomi
yang besar, mempunyai perusahaan multinasional dan transnasional yang paling
banyak, AS pun memanfaatkan kedok peraturan yang dikeluarkan oleh WTO untuk
kepentingannya dalam rangka membuka pasar-pasar yang nyaris tertutup, atau
sulit diintegrasikan dalam perekonomian global terbuka seperti yang
dikehendaki.
Kemampuan-kemampuan
militer, politik, dan ekonomi yang besar bagi AS ini, membuat AS mengintervensi
seluruh negara yang ada di dunia ini. Hal itu juga membuat AS menjadi bagian
politik lokal di setiap negara di dunia. Jadi, AS mencoba untuk mengelola
politik hegemoni atas politik seluruh dunia tanpa kecuali. Tidak ada bedanya
antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, meskipun beberapa kali
hegemoni itu telah gagal. Namun AS terus mencoba untuk melakukan hegemoni.
Di
bidang pendidikan, peran AS tampak jelas dalam perubahan kurikulum yang
sedemikian rupa agar sesuai dengan perspektif ideologinya. Maka, dapat dilihat
negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Mesir, dan yang
lainnya telah sibuk mengevaluasi kurikulumnya dengan dalih perkembangan dan
penyesuaian dengan jaman. Arab Saudi telah mengubah salah satu materi agama
terpenting di antara bab buku-buku sekolahnya, yaitu materi al-wala’
wal bara’. Yordania, Mesir, Kuwait, dan negara lainnya juga mengubah materi
yang berkaitan dengan jihad dan perang melawan kaum kafir agresor, seperti kaum
Yahudi dan Nasrani. Negara-negara tersebut juga mengubah ide-ide Islam yang
dibenci AS. Kondisi semacam itu juga dialami di Indonesia. Melalui perubahan
kurikulum berkiblat pada barat hingga pengiriman pelajar atau pendidik untuk
melihat langsung AS. Ajaran jihad pun direduksi dari “berperang di jalan Allah
untuk meninggikan kalimat-Nya dan mengusir kafir penjajah” menjadi jihad
melawan kebodohan dan kemiskinan. Yang terjadi saat ini, kurikulum bertumpu
pada pemisahan agama dengan kehidupan. Serta berkiblat pada Barat atas nama
modernisasi.
Di
bidang media massa, AS telah mengeluarkan dana ratusan juta dolar AS untuk
mempengaruhi media masa mayoritas di negeri-negeri kaum Muslim. AS mendirikan
radio VOA dan stasiun televisi al-Harrah. Itu semua untuk menyebarkan
racun-racun AS di setiap rumah di negeri-negeri Arab. Kondisi di Indonesia
dilakukan dengan kerja sama beberapa TV lokal dengan TV AS. Tak lupa pula,
orang media massa diundang langsung ke AS untuk melihat lebih dekat AS.
Di
bidang pemikiran dan ideologi, AS mempersenjatai diri dengan pusat-pusat
kajian untuk pemikiran, demokrasi dan pluralisme. AS juga mendirikan
organisasi-organisasi HAM untuk mempropagandakan ide-ide kebebasan menurut
konsep Barat dan metode AS. Berbagai organisasi dan pusat-pusat studi ini juga
dibekali dengan film-film Hollywood dan produk sains dan teknologi mutakhir
yang menguasai penyebaran sebagian besar saluran-saluran televisi Arab dan non-Arab.
Kampus besar di Indonesia telah membukaAmerican Corner dan Pusat
Kebudayaan AS. Tujuannya ingin mengubah pandangan orang yang selama ini
menganggap AS yang arogan menjadi wajah yang manis dan berkepribadian hebat.
Kepentingan
di Asia Tenggara
Pengaruh
AS di Asia Tenggara sudah dirasakan sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Kerakusan negara penjajah menjadikan mereka berebut pengaruh dan saling
menelikung. Upaya kemerdekaan Indonesia sesungguhnya dibantu oleh AS dan Uni
Soviet untuk mengusir Belanda. Kemudian mengajukan persoalan ini ke PBB dan PBB
menyetujui kemerdekaan Indonesia. Meski kalah Belanda masih memiliki Irian
Barat. AS terus berada di balik Indonesia dalam mengusir Belanda dari Irian
Barat.
Setelah
AS berhasil mengusir Belanda dari Indonesia. AS berupaya menggantikan posisi
Belanda. Tetapi orang-orang Indonesia melawan AS selama bertahun-tahun lamanya.
Mereka tidak mau ada satu penjajah pergi lalu digantikan oleh penjajah yang
lain. AS pun segera membuat rekayasa untuk mempersulit Indonesia dan menyulut
revolusi-revolusi untuk menentang Indonesia. AS juga mendiamkan usaha-usaha
Inggris untuk menyusup ke Indonesia melalui agen-agennya. AS juga mendorong
terjadinya migrasi orang-orang Cina ke Indonesia, sebagaimana AS juga telah
mendorong masuknya komunisme ke Indonesia. Akibat rekayasa-rekayasa yang
menyulitkan ini akhirnya penguasa Indonesia tunduk di bawah tekanan AS.
Indonesia
lalu menerima bantuan-bantuan ekonomi dan militer dari AS. Maka jatuhlah
Indonesia di bawah pengaruh AS dan menjadi salah satu pengikut AS sejak masa
Soekarno. Setelah terjadinya kesepakatan dua negara adidaya (AS-Uni Soviet),
kedudukan AS di Indonesia semakin kuat, sehingga hanya AS saja yang dominan di
Indonesia, terutama dominasi di bidang militer dan ekonomi. Dan hal itu terus
berlangsung hingga hari ini.
Kondisi
saat ini dengan kasat mata dapat diamati secara mendalam bahwa cengkeraman AS
di Indonesia begitu kuat. Di antaranya:
1)
Keberadaan Kedutaan Besar
dan Konsulat Jendral
Negara
yang mempunyai kedutaan berarti mempunyai hubungan diplomatik, baik bilateral
maupun multilateral. Tiap negara mempunyai kepentingan sendiri-sendiri terkait
keberadaan kedubesnya di negara lain. Semua bergantung pada ideologi yang
dianut negara tersebut.
Terkait
dengan AS yang berideologi Kapitalisme. Misi diplomatik dan kedubes disesuaikan
dengan tujuan utamanya. Ideologi kapitalisme ditopang dengan penjajahan dan
keserakahan untuk menguasai negara lain. AS mempunyai lima tugas yang
mengerucut terkait fungsi kedubes. Dua di antaranya adalah politik dan ekonomi.
Cara beroperasi AS sangat unik sebagaimana sub-bagian di antara pegawai
departemen negara. (Introduction: The Role of Embassies, Kishan S Rana dan
Bipul Chatterejje). Di sisi lain Jhon Perkins menyampaikan bahwa “penyebab
utama kami mendirikan kedutaan di seluruh dunia adaalah untuk melayani
kepentingan kami sendiri yang selama paruh terakhir abad ke 20 dimaksudkan
untuk menjadikan republik Amerika suatu kekuasaan global.”(Economic Hit
Man, hlm 18).
Maka
jelas sekali kedubes AS di suatu negeri berkepentingan untuk memonitor kondisi
negara tempat keberadaan kedubes. Informasi baik rahasia maupun peristiwa
penting senantiasa dilaporkan kedubes. Ibaratkan pisau bermata dua. Kedubes AS
bisa menusuk ke luar dan ke dalam. Ke luar untuk mempertahankan hegemoni dan ke
dalam untuk mempertahankan penjajahan dan menyiapkan pejabat boneka AS.
2) Liberalisasi Ekonomi
WTO (World Trade Organization), IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank) menjadi lembaga yang
mengatur corak perekonomian dunia. Bahkan ketiga lembaga itu masuk ke negara
berkembang (semisal Indonesia) untuk menawarkan bantuan berupa hibah dan hutang
luar negeri. Sepintas tugas itu mulia, namun sesungguhnya menyesatkan dan
menjerat negara berkembang.
Mereka
pun mengelompokkan negara-negara di dunia berdasar kondisi ekonominya. Tak lain
bertujuan untuk mencengkeram dan mengeruk kekayaan suatu negara. Sebagaimana
IMF yang telah memberikan hutang ke Indonesia. Pada akhirnya Indonesia dipaksa
untuk membuat UU liberal semisal UU SDA, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, UU
Migas, dan UU liberal lainnya.
Akibat
yang ditimbulkan subsidi dicabut, ekonomi berbasis pasar, munculnya pemodal
besar yang menyaplok pemodal kecil, bebas masuknya orang dan barang dari negara
lain. Tujuan dari itu semua untuk meliberalisasi ekonomi dan memuaskan
kerakusan negara kapitalisme.
CAFTA
(China Asean Free Trade Agreement) dan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadi
instrumen pada perdagangan bebas. Kondisi ini memaksa Indonesia tak bisa
berbuat banyak untuk keluar dari jebakan-jebakan globalisasi perdagangan.
Akibatnya kerugianlah yang sering dialami Indonesia. Bahkan Indonesia bagi negara
kapitalis dijadikan sebagai pangsa pasar yang subur dengan jumlah warga negara
yang banyak.
Ketika
China sudah masuk dalam perdagangan di Indonesia, AS merasa terancam.
Sebenarnya kedua negara (AS-China) sudah tahu sama tahu dan di hadapan publik
berseteru hebat. Di sisi lain, mereka menyiapkan tindakan strategis untuk
mendekati penguasa Indonesia. Pada Pemilihan Presiden di Indonesia, China dan
AS berperan dalam membantu pembiayaan kampanye Capres-Cawapres. Biaya itu
dikeluarkan pengusaha dari AS dan China.
Sebagaimana
yang dialami Jokowi-JK. Ada beberapa pengusaha keturunan China di balik
kesuksesan Jokowi menuju RI-1. Begitupula, Jokowi juga didatangi Mark
Zuckeberg, pemilik Facebook. Serta beberapa waktu lalu ditemui dari pejabat
Microsoft.
Stabilitas
ekonomi Indonesia memang masih mengekor dan dipengaruhi oleh kepentingan
kapitalis. Perdagangan global dalam liberalisme akan menjadikan Indonesia
sebagai bual-bualan dan dipojokkan. Indonesia pun tak mampu berdiri dengan kaki
sendiri.
3)
Kerjasama Militer
Geostrategis
Indonesia bagi AS merupakan hal penting untuk mengamankan kepentingannya di
Indonesia dan Asia Tenggara. Untuk menjaga kepentingan AS didirikanlah beberapa
pangkalan di Asia Tenggara dan Australia. Strategi militer AS di Indonesia
memang tidak secara nyata, sebagaimana di Irak, Afghanistan, Suriah, dan
Pakistan. Keberadaannya di Indonesia lebih pada kerja sama untuk mempererat
hubungan antarmiliter AS-Indonesia. Sudah puluhan kali gabungan pasukan AS dan
Indonesia melakukan latihan militer bersama.
Sebagaimana
tahun 2012 pernah kedatangan tiga kapal perang AS (US CG WAESCHE, US Navy USS
Vandegrift FFG-48 dan USS GPN LSD 42) bersandar di Dermaga Jamrud Utara,
Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. AS yang diwakili Konsulat Jenderal AS di
Surabaya menegaskan bahwa kapal perang milik Angkatan Laut (AL) AS yang sandar
di Dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, bukanlah keinginan AS,
melainkan atas undangan militer Indonesia. Akan diadakan juga latihan militer
bersama dengan sandi CARAT (Cooperation of Afloat Readiness and Training).
Selain itu juga akan mengadakan bakti sosial bersama. (www.republika.co.id,
17/5/2012)
Situs
resmi US Navy (www.navy.mil) merilis “Blue Ridge Builds Friendship with
Indonesia 15/5/2012 NNS120515-03” menjelaskan bahwa Armada USS Blue Ridge
ditugaskan untuk Armada Pasifik antiterorisme dan membina hubungan positif
dengan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Selain itu juga ada bakti sosial
dan interaksi dengan warga Indonesia.
Rilis
yang lain (USNS Mercy Deploying for Pacific Partnership 2012 ‘Preparing in
Calm to Respond in Crisis’ 26/4/2012 NNS120426-16) menjelaskan beberapa
agenda untuk memperkuat hubungan AS dan negara yang dikunjungi. Hubungan juga
dilakukan dengan bidang militer, organisasi, dan LSM yang ada di negara
tersebut. Tujuan pentingnya adalah untuk mengatasi krisis dan bencana alam.
Sesungguhnya
berbagai bentuk kebijakan US Navy berupa—bakti sosial, kerjasama militer,
bantuan medis, latihan bersama—tidak terlepas dari misinya. “The mission of
the Navy is to maintain, train and equip combat-ready Naval forces capable of
winning wars, deterring aggression and maintaining freedom of the seas.” (misi
Angkatan Laut adalah untuk memelihara, melatih dan melengkapi siap-tempur
Angkatan Laut sehingga mampu memenangkan perang, menghalangi agresi dan
memelihara kebebasan lautan (www.navy.mil)
Marinir
RI latihan bersama Amerika di Karangtekok, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur
mulai 19 Maret hingga 10 April 2015. Latihan kali ini memfokuskan pada permasalahan
pertempuran di darat dan di laut. Dimulai dari perencanaan sampai
pelaksanaannya. Selama latihan, marinir Indonesia dengan marinir AS akan saling
bertukar pengetahuan, khususnya materi kemampuan intai amfibi, perang hutan dan
sniper melalui metode teori hingga praktik. (www.visibaru.com, 19Maret 2015)
Kerjasama
militer AS-Indonesia ini mulai membaik pasca-embargo beberapa tahun silam.
Kerjasama ini sesungguhnya berbahaya bagi Indonesia. Pertama, AS
selama ini memposisikan sebagai militer terkuat dengan peralatan dan
alutistanya yang modern. AS ingin melihat kekuatan Indonesia seberapa besar
kemampuannya. Jika suatu saat terjadi perselisihan, maka AS pun sudah
mengetahui kelemahan Indonesia.Kedua, industri alutista sering
dimanfaatkan AS untuk meraih pasar baru. Keberadaan konflik di beberapa negara
sering dimanfaatkan untuk jual beli senjata. Sebagaimana Arab Saudi yang
belanja senjata militer begitu tinggi. Ketiga, karena industri
milter Indonesia belum bertujuan pada kondisi perang dapat mudah dimanfaatkan
AS untuk menekan kembali dan memaksa embargo. Meski ada tawaran untuk hadiah
alutista, tapi teknologi itu sudah ketinggalan jaman. Bahkan AS sudah membuat
alutista yang lebih canggih. Embargo diberikan kepada suatu negara biasanya
terkait kepentingan AS. Keempat, militer AS sudah dapat
memetakan geografi dan topografi Indonesia. Di sisi lain militer digunakan
untuk melindungi kepentingan MNC dan perusahaan AS. Tak jarang, intelijen
militer sering menyusup dan mendorong gerakan separatisme di wilayah konflik
Indonesia.
4)
Multinasional AS
MNC (Multi National Corporate) atau
perusahaan AS sudah lama beroperasi di Indonesia dari pulau Sumatera hingga
Papua. Keberadaan Konsulat Jenderal di beberapa pulau mengindikasikan
kepentingannya di sana. Semisal keberadaan Konjen di Medan, Sumatera Utara.
Perusahaan AS pun mengeksploitasi SDA berupa migas. Begitu pula Konjen di
Surabaya, Jawa Timur. Keberadaan Blok Cepu, Pembangunan Smelter Freepot di
Gresik, Penambangan Minyak di Blok Madura, serta rencana eksplorasi di pesisir
Utara dan Selatan Jawa Timur.
Lain
halnya di Papua. Meski tiada konjen, di sana bercokol MNC PT Freeport dalam
eksplorasi emas, tembaga, dan mineral lainnya. Keberadaan MNC AS di Papua
dimulai pada tahun 1960-an hingga sekarang menjadi bukti bahwa penguasa tak
mampu menjaga SDA secara mandiri. Meski mengaku mendapat keuntungan dari
pembagian hasil penambangan, tetap saja Indonesia selalu dirugikan. Konflik
separatisme dan keberadaan OPM (organisasi Papua Merdeka) dimanfaatkan betul
untuk membenturkan daerah (Papua) dengan pusat (Jakarta). Kondisi seperti itu
dapat saja berujung pada separatisme dan disintegrasi.
Begitu
pula yang terjadi di Makassar. Perusahaan AS berada di sana dan menjadi sentra
ekonomi-perdagangan bagi AS. Hal yang biasa dilakukan AS adalah dengan
mendekati pejabat daerah untuk memuluskan rencananya. Tawaran bantuan
pembangunan, beasiswa pendidikan, dan lainnya adalah hal lumrah. Itu merupakan
bujuk rayu AS untuk semakin mengokohkan kepentingannya di Asia Tenggara.
Harus
diakui, Indonesia menjadi perebutan kepentingan ekonomi bagi China dan AS.
Begitu juga Jepang dan negara korporasi lainnya. Karena itu, segala kebijakan
terkait industri dan ekonomi lebih menguntungkan mereka dibanding Indonesia.
Aturan yang ada pun cenderung melindungi korporasi. Jadilah negeri ini negara
korporasi yang dibangun dari kepentingan pemilik modal.
5)
GWOT melalui IS-ISIS
Menteri
Luar Negeri AS di masa Clinton, Medelein Albright telah menyatakan keadaan
tersebut dengan berkata, “Sesungguhnya AS adalah satu bangsa yang telah
dipastikan menjadi penanggung jawab dunia. AS siap untuk melakukan apa saja
kapanpun dia kehendaki. Hendaklah semua pihak mengetahui bahwa kami melakukan
apa yang kami inginkan dan mengubah apa yang kami kehendaki. Tidak ada
hambatan-hambatan yang menghadang jalan kami, karena dunia adalah milik kami,
dunia adalah milik orang-orang Amerika.”
Kesombongan
itu pula yang menjadikan AS sebagai polisi dunia pasca keruntuhan WTC 11
September 2001. Gelombang istilah terorisme mulai digencarkan. Muncullah ajakan
AS ke seluruh dunia dengan tema besar (GWOT) ”Global War on Terrorism”. Sasaran
bidik awal yaitu jelas, Al Qoidah yang dianggap sebagai representasi bagian
kekerasan dari Islam. Meski berulang kali AS menyatakan bahwa mereka memerangi
teroris bukan Islam. Faktanya umat Islam selalu menjadi korban. Kemunculan
Islamophobia dan pelabelan teroris pada umat Islam terjadi di seluruh belahan
dunia. Bahkan istilah “Khilafah” yang bermakna negara yang menyatukan politik
umat Islam dijadikan bahan lelucon serta kriminalisasi.
AS lupa
bahwa apa yang selama ini dilakukan dengan mengintervensi militer negeri kaum
muslim baik legal ataupun ilegal, merupakan hal yang sah. Bukan bagian dari
terorisme. Padahal lagi-lagi dunia melihat dengan kasat mata. Pasukan AS membunuh
wanita, anak-anak, warga sipil dengan jumlah korban yang banyak. Hal ini
menunjukkan bahwa AS akan menggunakan istilah terorisme untuk kepentingan
politiknya. Israel yang berulang kali membunuh rakyat Palestina, tak pernah
disebut terorisme oleh AS. Aneh, bukan?
Wilayah
Asia Tenggara yang mayoritas memeluk Islam, khususnya Indonesia dan Malaysia,
menjadi ancaman bagi kepentingan AS. AS sadar bahwa Islam politik yang muncul
di Indonesia dan Malaysia akan menjadi kuburan bagi AS. Karena itulah, segala
cara dilakukan AS untuk membendung gerakan Islam Politik dengan pendekatan
kasar hingga lunak. Bisa melalui penerbitan UU Anti Terorisme hingga
pembentukan badan detasemen khusus penangkap terorisme. Semisal di Indonesia
ada Densus 88 yang bekerja di lapangan. Sementara itu, BNPT (Badan Nasional
Pencegahan Terorisme) bekerja untuk pembinaan dan kerja sama dalam pencegahan
kemunculan radikalisme Islam.
Akhirnya,
yang terjadi di Indonesia adalah terorisasi khilafah dan kriminalisasi.
Masyarakat dibuat heboh dan takut dengan simbol Islam. Peristiwa maraknya ISIS
dan WNI yang hijrah ke Suriah dimanfaatkan betul untuk mengelola GWOT dan
menyuburkan kepentingan pihak keamanan. Umat Islam yang di dalam jiwanya
terdapat Islam coba dijauhkan agar meletakkan Islam pada ranah ritual. Bukan
pada negara atau pengaturan hidup. Sungguh tindakan tak beradab bagi
orang-orang yang masih mempunyai akal.
Panglima
TNI Jendral Moeldoko mengatakan pemerintah Indonesia melihat Islamic
State of Iraq and Syria(ISIS) sebagai ancaman besar dunia, dan Jakarta
berkeinginan meningkatkan kerjasama dengan Washington untuk menghadapi kelompok
radikal ini di Asia Tenggara. Secara personal Jenderal Moeldoko meminta Kepala
Kerjasama Militer AS Jendral Martin E Dempsey untuk mengizinkan pejabat tinggi
TNI ikut berpartisipasi sebagai peninjau dalam Gugus Tugas anti-ISIS di
Washington. Selain itu, Moeldoko juga menyarankan agar Jakarta lebih
mengedepankan keinginan untuk menjadi partner lebih dekat dengan AS seperti
dalam menghadapi isu China.(dilansir The Washington Times 19/12/2014 dan
detik.com).
Tampaknya
isu ISIS di Indonesia masih akan dijadikan mainstream untuk
menghadang laju kerinduan umat pada Islam ideologis. Islam yang dijadikan
sebagai standar dalam pengaturan hidup dan hukum negara. Upaya kriminalisasi
dan adu domba dijadikan untuk memecah belah umat. Akhirnya umat Islam terpecah
dengan sebutan ‘moderat’ dan ‘ekstrim-radikal’. Pada ujungnya, sering terjadi
fitnah tak berdasar hingga sikap takfiri (saling mengafirkan).
Umat pun tak punya pilihan selain mereka diam dan melihat fenomena ganjil ini.
Memposisikan
AS
Umat Islam seharusnya
memiliki kepekaan politik dan mengetahui tingkah polah negara-negara asing.
Manuver AS seharusnya sudah bisa terbaca dan tidak mudah mengecohkan umat
Islam. Wajah manis yang ditampakkan sesungguhnya hanya topeng. AS yang
nyata-nyata memerangi kaum muslim baik dengan hard poweratau soft
power tergolong negara muhariban fi’lan.
Sikap
yang tegas seharusnya ditunjukkan umat Islam di Indonesia adalah perang dan
melawan. Tidak sepatutnya tunduk dan menghamba kepada AS. Sikap seperti ini
bisa saja muncul jika kepala negara mempunyai keberanian politik dan tidak
takut pada negara kafir. Hal itu dikarenakan pijakan kuatnya adalah aqidah
Islam. Indonesia pun harus jelas memposisikan, mana negara musuh dan mana
negara kawan.
Cengkeraman
AS dalam penjelasan di atas sudah cukup untuk membelalakkan mata bagi siapa
pun. Termasuk kalangan tokoh umat, militer, dan mayoritas umat Islam. karena
itu, saat ini tidaklah pada tempatnya ikut serta merayakan Independence Day AS.
Independen Day AS di Losari Makassar sesungguhnya simbol hegemoni AS atas
Indonesia. Umat Islam sudah semestinya menghapuskan pemujaan manusia terhadap
orang dan kepentingan AS. Justru seharusnya, umat pun membongkar dan
menghinakannya. Negara kufur merupakan negara yang rusak dan terbelakang. Lebih
dari itu, negara kafir tersebut menentang aturan-aturan Islam.
Sekalipun
negara-negara penjajah tidak lagi hadir dengan seragamnya militer di negeri
ini, namun tugas umat ini masih sangat sulit dan jauh dari sempurnna. Hal yang
seharusnya diserukan adalah untuk kembali bersama kepada pangkuan Islam secara
kaffah dalam bingkai Khilafah. Tentunya ini akan mengakhiri belenggu ekonomi,
politik, kebudayaan negara penjajah yang berlandas pada ideologi kapitalisme.
Saatnya umat ini dan komponen bangsa bersatu padu dalam visi dan misi global
menegakan Khilafah yang akan melindungi harta dan jiwa umat dari serangan
penjajah. [Lajnah Siyasiyah HTI DPD Sulselbar]
Independen Day 2015: Simbol Hegemoni AS Atas Indonesia