Belajar dari Kekalahan |
Kekalahan bukan untuk dikenang apalagi
dibiarkan berulang kembali. Kekalahan harus membangkitkn semangat menggelora
untuk menyusun dengan amalan-amalan yang istimewa dan mendobrak pintu
kemenangan. Bertahun-tahun yang telah dijalani, ada baiknya kita memetik hikmah
dari perjalanan tersebut agar lebih hati-hati dalam menapaki perjalanan berikutnya.
Ketahuilah, bahwa peluang untuk kalah selalu
ada di depan kita. Sebenarnya, apa yang menyebabkan terjadinya kekalahan?
Jawabannya adalah maksiat. Maksiat adalah suatu perbuatan yang tidak mengikuti
apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Sejarah islam secara objektif telah meunjukan
kepada kita betapa kemaksiatan bisa menjadi penyebab suatu kekalahan dalam
perjuangan. Dari sekian banyak peristiwa, ada dua peristiwa penting yang bisa
dijadikan rujukan untuk mengambil pelajaran yang berharga yaitu kekalahan yang
terjadi pada perang Uhud dan perang Hunain:
Pertama, kekalahan
yang terjadi pada perang Uhud. Kekalahan ini terjadi karena ketidak disiplinan
para sahabat serta ketidak ta’atan mereka terhadap perintah Allah SWT dan rasul-Nya.
Ketika melihat
pasukan kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan memperoleh harta rampasan
perang (ghanimah), terjadi perselisihan dalam pasukan pemanah yang ada di
atas bukit. Sebagian pasukan ingin turun ke bawah untuk dapat ikut serta
memperebutkan harta rampasan perang, sedangkan sebagian lain ingin tetap berada
di posisi mereka sesuai dengan perintah Rasulullah SAW. Akhirnya, sebagian
besar pasukan pemanah pun kemudian turun meninggalkan posisi mereka demi untuk
mendapatkan harta rampasan perang tersebut.
Abdullah bin Jubair
ra, sebagai pimpinan pasukan pemanah sudah mengingatkan anggotanya untuk tidak
meninggalkan posisi mereka sebagaimana yang diperintahkan rasulullah SAW tetapi
karena kecintaan dan keinginan terhadap dunia telah menyebabkan anggota pasukan
itu tidak lagi mengindahkan perintah Rasulullah SAW yang seharusnya mereka
laksanakan agar mendapatkan kemenangan.
Pada saat itulah, pasukan Quraisy
yang dipimpin oleh jendral Khalid bin Walid, komandan kavaleri Mekah, mengerahkan
pasukannya dari balik gunung menuju pasukan panah. Tentu saja dengang mudahnya
pasukan panah itu dapat diusir dari posisinya., demi mendengar teriakan Khalid
bin Walid, kaum Quraisy mengerti, kini saatnya membalikan pasukan menggempur
pasukan Muslimin. Kaum Muslimin yang tadinya sibuk mengumpulkan rampasan perang
tidak sadar akan itu semua. Serangan balik itu datang tiba-tiba, mereka
melemparkan rampasan perangnya dan menghadapi serbuan tersebut. Tapi kondisi
barisan sudah tidak rapi lagi.
Persatuan itu sudah pecah, hanya karaan nafsu
terhadap materi keduniawian. Perjuangan sudah tidak padu lagi, tak tahu lagi
harus bagaimana. Karena komando sudah tidak jelas. Menjadi sebuah imbalan yang
harus dibayar mahal dan harus diterima kaum Muslimin yang tidak taat pada
perintah. Mereka mundur, mendaki gunung Uhud. Nabi pun luka oleh sebuah anak
panah.
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran
tentang kedisiplinan terhadap perintah pimpinan. Komitment terhadap yang sudah
disepakati. Akibatnya sangat fatal, persatuan dan kesatuan yang sudah terbangun
kokoh, runtuh hanya karena masing-masing pasukan tidak disiplin dan tidak mampu
merealisasikan kominten yang telah mereka katakana.
Sekembalinya dari
perang Uhud, kaum muslimin mengalami kekalahan karena banyak sekali sahabat
Nabi SAW. yang syahid dalam perang ini, termasuk paman Nabi SAW yang sangat
beliau cintai, yaitu Hamzah bin Abdul Mutholib ra. Para sahabat Nabi SAW saling
bertanya-tanya kenapa mereka mengalami kekalahan dalam perang ini, padahal
Allah SWT telah menjanjikan bahwa umat Islam akan mendapatkan kemenangan.
Maka Allah SWT pun
menurunkan wahyu untuk menjelaskan penyebab kekalahan yang diderita oleh umat
Islam dalam perang Uhud itu. Allah SWT berfirman:
“Dan Sesungguhnya Allah Telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika
kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih
dalam urusan itu (yakni: urusan pelaksanaan perintah nabi Muhammad s.a.w.
Karena beliau telah memerintahkan agar regu pemanah tetap bertahan pada tempat
yang telah ditunjukkan oleh beliau dalam keadaan bagaimanapun.) dan mendurhakai
perintah (rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai
(harta rampasan perang) di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan
diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan
kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan Sesunguhnya Allah Telah mema'afkan
kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang
beriman”. (QS. Ali-Imran [3] : 152)
Kedua, kekalahan
dalam perang Hunain. Coba dibayangkan, saat itu jumlah tentara kaum muslimin
berjumlah sangat banyak, yakni 12.000 prajurit, sedangkan pasukan kafir hanya
4000 pasukan. Hal ini terjadi karena adanya perasaan sombong dan menganggap
enteng lawan karena jumlah pasukannya yang banyak. Hal ini menyebabkan jumlah
pasukan islam menjadi sedikit dan yang sedikit itulah kemudian menunjukan
kesungguhan sehingga berhasil mengalahkan musuh.
Karena merasa bahwa pasukan mereka sangat
banyak, sampai mereka menyatakan “pada
saat ini pasukan kamu tidak akan mungkin terkalahkan”. Dengan perasaan
sombong, mereka memasuki lembah Hunain tanpa disangka-sangka, mereka dihujani
dengan anak panah dari berbagai arah dan disertai dengan serangan oleh tentera
kafir musyrik. Serangan yang tiba-tiba ini telah menyebabkan tentera islam banyak
yang syahid. Mengetahui hal itu, kaum musyrikin begitu bergembira. Abu Sufyan
kemudian berkata,”kekalahan mereka tidak
akan sampai ke Laut”.
Melihat tanda-tanda kekalahan rasulullah SAW
menyerukan kepada seluruh pasukan agar kembali ke barisan dan segera menyusun
strategi baru untuk mengalahkan pasukan kafir Quraisy. Al Abbas saat itu
berteriak dengan suara kerasnya, “ Wahai Assh-habus Samroh! (para sahabat yang
pernah melakukan baiat Ridwan pada perjanjian Hudaibiyah”. Begitu mendengar
teriakan itu, mereka segera kembali
seperti sapi yang datang memenuhi panggilan anaknya.
Beliau kemudian memungut segenggam pasir dan
melemparkannya ke arah wajah pasukan musuh seraya berseru “terhinalah wajah kalian”.
Akhirnya, terjadi pertempuran yang sangat
dasyat. Kaum muslimin lalu mengejar pasukan musuh dan membunuh serta menawan
kaum kufar dan kemenagan berpihak kepada kaum muslimin. Sahabat Duraid bin
Ash-Shammah syahid sementara beberapa sahabat lain menderita luka-luka yang
cukup parah. Tatkala musuh mengalami kekalahan, beberapa orang kafir Makkah
menyatakan diri masuk Islam.
Berkenaan dengan ini Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
Allah Telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak,
dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak Karena
banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat
kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu Telah terasa sempit olehmu, Kemudian
kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan
ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah
menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan
bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada
orang-orang yang kafir”. (QS. At-Tawbah [9] : 25-26)
Selama umat Islam masih melakukan
faktor-faktor penyebab kekalahan, selama itu juga kekalahan demi kekalahan akan
terus dialami.
Allah SWT berfirman:
“Dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar’’ (QS. al-Anfal [8]: 46)
Kekalahan menjadi pelajaran yang berharga
bagi perjuangan ini, meski pilu mengiris hati. Tidak usah menangis ketika
dikenang, tidak perlu mundur karena takut kalah lagi. Tetapi, persiapkanlah
generasi yang kuat untuk memenangkan pertarungan ini. Kepal lah tangan kanan ke
langit dengan sekeras-kerasnya. Berjanjilah
kepada Allah SWT agar tidak pernah mundur dalam perjuangan ini hingga
kemenangan tiba meski nyawa menjadi taruhannya. [] by: Didiharyono
Belajar dari Kekalahan