Oleh: AM. Ruslan
Benteng
Rotterdam, Februari 20.01
"Tidak
ada uang kecil ta'?
"o...
iya, ada. Makasih daeng." ucapku
pada supir pete pete yang
sejurus kemudian berlalu.
Sesaat
setelah itu ku arahkan pandanganku ke taman Benteng Rotterdam, terlihat seorang
pria duduk di pinggir bangku di bawah sinar lampu penerang taman itu. Ditemani
senandung lagu yang dilantunkan oleh 3 sampai 4 orang remaja hanya sekedar
untuk menghibur pengunjung sambil berharap kemurahan hati dari pria yang ada
itu.
setelah pertemuan di Losari 3 bulan yang lalu, aku mulai membuka hati
untuknya, dan malam ini ia memintaku untuk bertemu di sini. di taman benteng
Rotterdam. Dan atas nasehat dari ibu Aku mengiyakannya.
Ada
keraguandalam hatiku untuk melangkah ke arah taman. Enikma
cinta menghampiri perasaanku. Seakan Aku masuk dalam lingkarannya.
Sebuah fenomena yang bukan hanya terjadi pada seseorang saja, tetapi enikma cinta merupakan kejadian
diluar logika manusia yang memadu cinta kasih namun kandas di tengah jalan.
Sudah banyak bukti tentang hal ini, lihatlah kegagalan pernikahan Julia Perez
dengan pasangannya, Asmiranda dengan kekasihnya dan yang baru adalah Kegagalan
Zaskia Gotik dengan Vicky Prasetyo.
Tuhan...
Aku tidak ingin seperti mereka. Seru hatiku penuh pengharapan.
Pria itu,
pria yang duduk di pinggirr bangku taman menoleh ke arahku. Seakan ada malaikat
yang berbisik padanya bahwa yang ia tunggu telah datang. Sejurus pandangan Kami
bertemu, Aku tak mampu berucap, terunduk sedikit malu. Malu pada diriku
sendiri. Ada perasaan aneh yang hinggap dalam diriku sejak pertemuanku degannya
di anjungan losari dahulu.
Cinta platonis yang telah lama layu
seakan mengembangkan kuncup kuncup baru. Ya, memang cinta tak terekspresikan,
tak terkata, tak pernah meminta untuk dinanti. Dan sekarang ia menghampiriku.
Allah menumbuhkan kembali tunas harapan dihati yang sempat layu.
"Ma'af,
Aku terlambat"
"O..
iya, ndak apa apa. mestinya aku yang meminta ma'af karena telah merepotkanmu
untuk datang ke sini" jawabnya masih dengan gaya bicara pertama kali aku
kenal dirinya.
Setelah itu
hening, tak ada kata yang terucap dari mulutku dan dirinya, kami berdua
terdiam. Hanya terdengar nyanyia para remaja di sudut taman yang melantunkan
tembang pada pengunjung taman Rotterdam. Sementara di langit sana bintang
bintang sedang merayu sang rembulan yang malam ini terlihat begitu malu
bersembunyi di balik awan. Tapi kami masih tetap diam bersama detik yang telah
berlalu.
"Sudah
lama, ya? kita ndak ke sini bareng?" tanyanya memecah kebiasuan itu.
"Iya, sudah
lima tahun lamanya, semenjak kau pergi" jawabku sedikit egois pada diriku
yang berharap ada jawaban lain yang ia ucapkan.
"Ma'afkan
Aku"
"yeah,
Aku telah mema'afkanmu sejak kita bertemu di anjungan losari 3 bulan yang
lalu" jawabku
setelah kata
yang terucap itu, lagi aku, dia terdiam, tak ada kata yang terucap hanya suara
mobil yang lalu lalang di jalan dan nyanyian para remaja di sudut taman benteng
ini. Seakan dia tersekat oleh perasaannya. Begitupun aku.
"Kamu
pernah mendengar sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar? kembali
ia melontarkan pertanyaan yang mungkin menurutku hanya untuk memecah kekakuan
antara kami supaya kekakuan itu tidak membeku bersama malam.
"Tidak,
tentang apa?"
"Tentang
Allah yang mempunyai hamba hamba yang bukan Nabi dan syuhada. Tapi para Nabi
dan syuhada tertarik pada kedudukan mereka di sisi Allah. Sampai para Sahabat
bertanya,"Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? semoga
saja kami bisa mencintai mereka. Rasulullah bersabda,"mereka adalah suatu
kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki
hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah
keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar mimbar
dari cahaya," ia berhenti sejenak memandang ke arah bulan yang kembali
menampakkan wajahnya kepada sang bintang kemudian menatapku dan berkata...
"Aku
ingin Kau dan Aku berada di atas mimbar yang tercipta dari cahaya itu sehingga
para Sahabat dan syuhada pun iri melihat kita"
Aku terdiam,
lidahku keluh tak tahu harus mengatakan apa. Kata kata itu telah menembus
jantungku, menahan berdetak untuk sesaat, laju darahku seakan terhenti.
menabrak hatiku yang masih menyimpan sepercik harapan akan cinta platonisku yang dahulu.
"Aku
ingin dibangkitkan
dan dikumpulkan bersama orang yang Aku cintai kelak di akhirat dan tentunya
hidup bersamanya di dunia ini" sambil mengambil kotak kecil dari berwarna
merah dari saku bajunya ia berlutut di taman dan membuka kotak kecil itu
kemudian berkata, "Lin, kau selalu ada untukku. Aku hanya ingin kau tahu
bahwa aku akan selalu ada untukmu. Meski Aku pernah membuatmu kecewa,
tetapi Aku ingin kau tahu bahwa Aku sangat mencintaimu. Maukah kau menikah
denganku,menjadi pendamping hidupku, menjadi ibu bagi anak anak ku
kelak?", Aku tersipu malu dan terkejut.
Cinta
tak pernah meminta untuk dinanti.
ia
mengambil kesempatan atau mempersilakan
yang
ini adalah sebuah pengorbanan...
Nasehat ibu
hadir mengingatkanku... Cinta platonisku... Apakah Aku harus menerimanya?
Cinta
ada pada mereka yang tulus
meski
ia pernah tersakiti...
Aku hampir
menangis tak kuat menahan diri. Dengan terharu bahagia karena cinta platonis
yang ku simpan rapat dalam hati kembali membuka ruang. Ya, masih ada ruang
dalam hatiku meskipun ia meninggalkanku begitu lama. Sembari mengangguk Aku
mengatakan "Ya".
Cinta...“Kasih
sayang adalah penyebab hati dan ruh menjadi hidup terpelihara. Hati tidak akan
merasa tenteram, nikmat, beruntung, dan merasa hidup bila tanpa cinta. Seandainya
hati tanpa cinta, sakitnya lebih terasa daripada mata terasa sakit ketika tidak
bisa lagi melihat cahaya, telinga ketika tidak bisa lagi mendengar, hidung
ketika tidak bisa lagi mencium, lisan ketika tidak mampu lagi berbicara.
Bahkan, hati pun bisa menjadi rusak apabila hampa dari kasih sayang yang sudah
merupakan fitrah dalam jiwa manusia. Ia adalah sebuah karunia yang diberikan
Sang Pencipta."
SEKIAN
Masih Ada Ruang 3