Oleh: Muh. Didi Haryono
Peneliti sejarah perkembangan sains dan matematika
semuanya mengakui betapa besar artinya sistem
bilangan dan angka yang
kita pakai saat ini dalam peradaban manusia dan perannya yang menjadi vital kepada
pencetusan peradaban sains dan matematika barat. Hal ini tidak begitu
ditekankan oleh peneliti
barat ialah betapa besarnya peranan
matematikawan muslim
dalam pengkayaan sistem bilangan tersebut.
Banyak ilmuan kita ikut-ikutan dan latah pada perkembangan barat
ketika mereka menyebutkan sistem
bilangan yang digunakan sekarang ini sebagai angka
hindu atau angka hindu-arab, dan lebih mengecewakan lagi orang-orang awam
mengenalnya sebagai angka Inggris. Padahal, sistem
bilangan dan angka yang digunakan di seluruh
dunia saat ini adalah sistem
angka muslim[1].
Sebelum dunia barat
mendapat system bilangan, mereka menggunakan angka Yunani atau angka Roma
bahkan sebagian lagi memakai sistem
bilangan yang menggunakan sistem jari sampai abad ke-14.
Dan ada lagi yang percaya dan menyebutkan bahwa angka yang dipakai
sekarang ini pertama kali diperkenalkan di barat oleh Fibonacci, ahli
matematika Italia, melalui bukunya ‘Liber
Abaci’ yang dipublikasika pada tahun 1202, tetapi dia tidak popular sampai
berabad-abad kemudian dan terkenalnya dia hanya di barisan fibonaccinya saja. Lancelot Hogben menyatakan bahwa budaya islam telah melahirkan
ke dunia ini dua aliran besar pencapaai
insan, pertama sistem
bilangan dari timur dan yang kedua
matematika klasik barat[2].
George Sarton,
ilmuwan barat yang terkemuka di dalam
bidang sejarah sains. Pintu hatinya telah terbuka seluas-luasnya untuk
memaparkan kebenaran tentang sistem bilangan.
Dia tidak ragu-ragu memaparkan kejahatan ilmuan
barat, beliau menyatakan bahwa “para
pengkaji yang berhubungan dengan zaman pertengahan telah memberikan kepada kita
ide palsu sama sekali tentang pemikiran
sains zaman pertengahan karena kemampuan mereka yang terlalu eksklusif kepada
pemikiran barat, sedangkan pencapaian tertinggi telah diperoleh oleh
orang-orang timur…… sebutan orang ini kepada mereka……Al-Kindi, Al-Khawarizmi,
Thabit Ibnu-Qura, Al-Kharkhi, Omar Khayam, Ibnu Sina, dan lain sebagainnya yang semuanya lebih tinggi dari ilmuan-ilmuan yang dipuja dibarat”[3].
Sarton
menegaskan lagi bahwa “Abad ke-9 hampir sepenuhnya berupa abad
orang islam,… kegiatan ilmuan
islam dan orang sainsnya, amatlah superior. Merekalah yang menjadi pemegang
piwai sebenarnya bagi peradaban masa itu”. Sebelum Salton mengemukakan ini, Smith telah lebih dulu menegaskan dalam bukunya “the
History of Mathematics” bahwa “Eropa telah berhutang atas Renaissancenya (pembaharuanya) Kepada zaman
keemasan islam ini[4].
Caara de Vaux
seorang Ilmuwan Perancis yang begitu
tekun meneliti sejarah perkembangan dunia sains
pada Zaman Keemasan Islam (the golden age)
berpendapat bahwa kekeliruan tentang asal-usul dari
sistem bilangan tersebut disebabkan oleh kesalahan
membaca teks asal Al-khwarizmi
dalam bahasa arab itu. Katanya transkripsi hindi
mungkin sekali merupakan kesalahan ilmuan Latin dalam mentranskripsikan perkataan yang amat dekat dengannya yaitu “Hindasi” yang bermaksud ilmu ukur atau ilmu pengetahuan tentang
penciptaan.
Sarton sekaligus
menyesalkan penulis-penulis Latin yang memasukan nama Al-khawarizmi dengan nama seperti ‘algoritma’ itu sehingga generasi kemudian
tidak tahu lagi nama asli Ilmuan Muslim tersebut. Al-khawarizmi
dianggap orang yang paling popular tentang sistem bilangan dan angka yang kita gunakan
saat ini terutama penemuan angka nol oleh beliau, sekurang-kurangnya dari segi
penggunaan dan penyebarannya ke barat[5].
Aljabar merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang
dikembangkan oleh ilmuwan saat ini yang berhubungan dengan bilangan dan
angka-angka, kata aljabar diambil dari nama seorang ilmuan matematika muslim
yang sampai saat ini jasanya masih dikenang jasanya
sepanjang masa yakni Abu
Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusof Ibn Musa al-khawarizmi yang dikenal
dengan Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Aljabar berasal dari kata al-Jabr yang berarti pertemuan
atau hubungan yang merupakan cabang matematika yang dapat dicirikan sebagai generalisasi dari bidang aritmatika.
Aljabar juga merupakan nama sebuah struktur
aljabar abstrak, yaitu aljabar dalam sebuah
bidang atau ruang, satu dari dua operasi dalam matematika
untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan logaritma diambil
dari kata Algorismi, Latinisasi dari namanya. Nama beliau
juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit. Karya terbesar beliau dalam matematika sebagai
fondasi dan kemudian lebih inovatif dalam aljabar, trigonometri, dan pada
bidang lain yang ditekuni.
Aljabar merupakan bentuk dasar dari pembahasan matematika yang akan diajarkan kepada mahasiswa yang dianggap paling penting
dalam matematika dengan tujuan agar
mahasiswa mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan dikehidupan sosial
dengan metode-metode matematis aljabar. Aljabar elementer mencatat sifat-sifat
operasi bilangan riil, menggunakan simbol sebagai pengganti untuk menandakan
suatu bentuk benda, konstanta, peubah atau variabel, dan mempelajari aturan tentang ungkapan dan persamaan matematis yang melibatkan simbol-simbol tersebut misalkan
penjumlahan disimbolkan dengan tanda (+), pengurangan disimbolkan dengan (-),
perkalian disimbolkan dengan tanda (x), dan pembagian disimbolkan dengan (÷)
yang merupakan bentuk dasar dalam aljabar.
Akhirnya,
perkembangan matematika dan sains dewasa ini tidak terlepas dari pengaruh
perkembangan matematika
dan sains islam pada masanya. Sehingga kita tidak boleh latah dan menyatakan
bahwa peradaban barat lebih baik baik dari peradaban islam.
[1] Shahrir bin Muhammad Zain. Pengenalan Tamadun Islam dalam Sains dan
Teknologi. (Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur, 1985).
[2] Sulaiman Nordin. Sains
Menurut Perspektif Islam. (Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur dengan PT. Dwi Rama, 2000).
[3] G. Salton. The life of sciences. (New York: Henry Schumann, 1948)
[4] D.E. Smith. History of the mathematics. (New York : Ginn Co, 1923).
[5] Shahrir bin Muhammad Zain, op. cit. hal 151
Matematika dan Sains Islam