Tidak ada sama sekali niat awal Rasulullah untuk berperang, maka tak
heran hanya 314 kaum Anshar dan Muhajirin yang berangkat menuju Badar,
niat hanya sekedar menghadang dan mengambil barang bawaan kau kafir
Quraisy musyrikin yang hendak menuju Mekkah ternyata berbuntut
peperangan yang secara kuantitas sungguh timpang. Berita keberangkatan
Rasulullah dan Sahabat untuk menghadang Kafilah Quraisy yang dipimpin
Abu Sufyan ternyata ditengah jalan diketahui oleh mereka, diutuslah
Dhamdham bin Amer al-Ghifari, kurir kaum Quraisy yang bertugas
mengabarkan meminta bala bantuan kaum Quraisy Mekkah. Seketika seluruh
kaum Quraisy yang sejak awal sudah sangat membenci kaum muslimin
bergerak, tidak tanggung tanggung, 1000 lebih kaum Quraisy berangkat
menuju medan Badar.
Disinilah kebijaksaaan Rasulullah terlihat, meskipun bertitel seorang
utusan Allah, Rasulullah tidak semena-mena mengambil keputusan tanpa
berdialog dengan kaum muslimin yang lain. Seketika mendengar
keberangkatan bala bantuan kaum Quraisy musyrikin Mekkah menuju Badar,
Rasulullah meminta pendapat para Sahabat. Kaum Muhajirin yang sejak awal
mengikuti Rasulullah hijrah dan sangat percaya kepada Rasulullah
seketika sepakat untuk melanjutkan penghadangan. Disisi lain, Disinilah
ukhuwah islamiyah Kaum Anshar diuji, apakah kembali menuju Madinah dan
menghindari bentrok fisik dengan kaum Quraisy yang berjumalh 3 kali
lipat lebih banyak atau terus maju ke medan laga menghadap kaum Quraisy
dan menjemput janji Surga Allah swt.
“Wahai Rasulullah, sepertinya engkau berbicara kepada kami.
Mungkin engkau khawatir bahwa kaum anshar merasa tidak wajib menolongmu
kecuali engkau berada diwilayah mereka saja, sesungguhnya aku akan
berkata atas nama kaum Anshar dan aku akan menjawab atas nama mereka”
Sa’ad Bin Mu’adz membuka pembicaraan, mewakili Anshar. Kemudian Ia melanjutkan.
“Teruskanlah wahai Rasulullah apa yang engkau inginkan.
Sambunglah hubungan dengan orang yang engkau kehendaki dan putuslah
hubungan dengan orang yang engkau kehendaki. Musuhilah siapa yang engkau
kehendaki dan berdamailah dengan siapapun yang engkau kehendaki.
Ambilah dari harta kami apa yang engaku kehendaki dan berilah kami apa
yang engkau kehendaki. Apapun yang engkau ambil dari kami lebih sukai
daripada apa yang engkau tinggalkan. Perintahkan apa saja kepada kami,
maka urusan kami hanya mengikuti perintahmu. Demi Allah seandainya
engkau berjalan hingga sampai ke Barak Ghamdan, niscaya kami akan
berjalan bersamamu. Demi Allah seandainya engkau membawa kami ke lautan
dan menyelam. Niscaya kami akan menyelam bersamamu”.
Pernyataan Saad Bin Muadz itu menjadi pertanda betapa ukhuwah kaum
Anshar tidak diragukan lagi, sekaligus menjadi tanda berlanjutnya misi
penghadangan tersebut.
Kaum Muslimin sudah siap siaga, Panji Perang dipegang Mushab bin
Umair, bendera kaum Muhajirin dipegang Ali Bin Abi Tahlib dan bendera
kaum anshar dipegang Sa’ad Bin Mu’adz.
Perang insidental tersebut pun terjadi dan sejarah mencatatkan
kualitas mengalahkan kuantitas. Jumlah kaum muslimin yang hanya
sepertiga kaum kafir Quraisy nyatanya tidak menghalangi kemenangan Kaum
Muslimin, karena pertolongan Allah bersama kaum Muslimin.
Rasulullah pun bersabda “Allahu Akbar, segala puji bagi Allah
yang sungguh terbukti janji-Nya, Dia menolong hamba-Nya dan dia telah
menghancurkan sendiri tentara-tentara musuh.”
Allah pun mengabadikan kemenangan kaum muslimin itu dalam firmannya.
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar,
padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang lemah. Karena itu
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mensyukurinya” (QS. Ali Imran 123)
Sejarah mencatatkan Kaum Muslimin dengan jumlah 314 orang dapat
mengalahkan kaum kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Kemenangan ini
tidak saja sebagai bukti kualitas kaum Muslimin, kemenangan ini juga
sebagai peningkatan Bargaining Position Kaum Muslimin di mata
kabilah lain. Kemenangan Badar ini pula yang mempermudah ekspansi dakwah
Rasulullah. Semoga kita terus dapat mengambil hikmah dari Kisah perang
Badar ini.
Belajar dari Perang Badar