Rabu, Mei 21, 2014

Profesor yang Sederhana dan Bersahaja


Kebiasaan penulis setiap isya, selalu sholat di masjid al-ikhlas untuk mendengar merdunya lantungan bacaan ayat Al-qur'an oleh imam besar masjid. Namun, pada waktu itu aku tidak sempat sholat isya secara bejamaah karena datang di masjid terlambat dan semua jamaah masjid telah pulang ke rumahnya masing. Setiba aku sampai di masjid, saya melihat sang imam sedang duduk sambil becerita dan berdiskusi dengan seorang bapak yang berusia kira-kira 50-an tahun ke atas, menurut sang imam (namanya A.Rafiq ibnu Abu Bakar biasa ku panggil ust rafiq) bahwa lelaki tua tersebut penuh inspiratif dan humoris serta sangat tawadu dan ta'at kepada tuhannya.

Saya tidak terlalu memperhatikan keduanya berdiskusi, sebab aku harus cepat berwudhu dan segera melaksanakan sholat isya. Habis sholat isya aku mendengar diskusi keduanya, tapi dalam diskusi tersebut justru didominasi oleh lelaki "tua" itu, sementara ust rafiq lebih banyak diam dan hanya berkata "iye"! Mendengar diskusinya yang begitu seru, aku jadi tertantang untuk diskusi dan mendengar petuah kebenaran yang disampaikan oleh bapak "tua" tersebut.

Akhirnya, dengan lugu dan penuh dengan kerendahan aku pun mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan mereka satu persatu, ust rafiq mengulurkan tangannya begitu juga dengan bapak itu. Aku pun duduk dalam majlis diskusi mereka, mendengar petuah-petuah yang penuh inspirasi. Petuah tersebut ditujukan kepada sang imam masjid yang ujian tugas akhirnya sempat tertunda berkali-kali disebabkan karena kesibukannya dalam berdakwah dan aktifitas yang tidak menentu, ust rafik tersenyum dan terus berkata "iye", kata itulah yang selalu dibilang oleh sang imam ketika mendengar nasehat dari siapapun.
Bapak tersebut melanjutkan nasehatnya dengan berkata "dalam penyelesaian tugas akhir harus lebih cepat lebih baik sebagaimana pak JK sampaikan dalam majlis pertemuanya" spontan saya dan sang imam tersenyum dengan mengutip tag line ala Jusuf Kalla. Beliau banyak memberikan motivasi yang sangat berharga bagi siapapun. Biasanya ketika berdiskusi dengan orang yang dikenal aku tidak gugup dan cangguh menyampaikan pendapat, tapi kali ini aku terkesan canggu dan malu untuk bertanya serta menyampaikan ide dan pendapat lainnya. Dalam hatiku berkata "kayanya orang ini bukan masyarakat biasa, sebab kata-kata dan motivasinya begitu mendalam". Akhirnya, ku memutuskan untuk mendengar saja petuah-petuahnya.

Kemudian, beliau melanjutkan nasehat-nasehatnya. Dengan spontan ust rafiq menjawab "iye prof". Aku pun langsung kaget dan berkata dengan suara yang pelan "kayanya dugaanku ini benar". Tapi tanyaku kepada diriku dengan penuh ragu "masa seorang profesor tidur baring di atas karpet masjid tanpa bantal, terlalu lucu dan kocak, ko teman-temannya anak-anak masjid yang lugu dan malu-malu?" Pada hal selama ini profesor yang aku kenal, tidak mungkin beliau tidur tanpa bantal, selalu naik mobil dengan supir pribadi, jarang ke masjid karena banyak kesibukkannya, keras dan selalu serius dalam berkata-kata. Maka aku menyangka
"kalaw memang beliau profesor, ko sangat berbeda dengan profesor yang lain?" Tapi ust rafiq mengulanginya dengan memanggil profesor. Akhirnya aku tambah yakin kalaw yang berbaring di depan kami adalah seorang profesor, "tapi profesor siapa ya?" Kata hatiku.

****

Kemudian beliau melanjutkan ceritranya dengan menjawab perkataan sang imam "tidak ada profesor disini, semuanya hamba Allah bukan kah dalam Al-qur'an, Allah berfirman sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang-orang yang bertakwa? Sambil bertanya kepada kami, dalam qur'an surat apa itu?" Spontan sang imam menjawab "qur'an surat Al-Hujarat ayat 13 prof". "Ya itu kan?" Sahutnya. Akhirnya, majlis diskusinya selesai (maklum penuliskan datang terlambat, jadi hanya itu yang sempat didengar). Kemudian beliau bangun dan pulang kerumahnya yang jaraknya sekitar lebih kurang 200 meter dari masjid al-ikhlas.

***

Kesederhanaan beliau mengingatkan aku tentang kisah hidup seorang amirul mukminin Umar bin Khatab yang begitu sederhana dalam hidup, bahkan dalam kisahnya ketika datang utusan dari kekaisaran Romawi untuk bertemu dengan Khalifah (kepala negara kaum muslimin) Umar bin Khatab, utusan Romawi datang ke Madinah dan bertanya di penduduk "dimanakah istana kekhaklifahan kaum muslimin?"."Itu ada di sana! (sambil menunjuk ke masjid nabawi), kayanya urusan ini begitu penting kalaw begitu saya temani untuk menemui amirul mukminin" sahut pemuda madinah tersebut. Kemudian utusan tersebut berjalan menuju masjid sambil berkata "selama saya mengunjungi kerajaan yang ada di dunia ini, tidak pernah saya temukan bentuk istana kaya begini dan bentuk ini sangat aneh (melihat bentuk mesjid)". Sesampainya di depan masjid dia melihat lelaki tua yang sedang tidur di pelataran masjid tanpa bantal. Sang utusan itu bertanya kepada pemuda madinah yang ditemaninya untuk menemui amirul mukminin "yang tidur ini siapa?" Sahutnya. Kemudian pemuda itu berkata "inilah amirul mukminin Umar bin Khatab, biarkan beliau tidur dan kita tunggu beliau sampai bangun". Kemudian pemuda itu mengajak sang utusan untuk duduk di sekitar pelaran masjid dan menjauh agar jangan sampai khalifah bangun dari tidurnya.

Sang utusan itu kaget dan masih merasa aneh dengan berkata "ketika saya diutus oleh kaisar Romawi untuk bertemu dengan khalifah Umar bin Khatab, dalam bayanganku dia akan duduk di singgahsana dan mempersilahkan saya untuk menyampaikan maksud dan tujuan bertemu khalifah, tapi tidak disangka dan tidak pernah dibayangkan kalaw kepala negara kaum muslimin tidurnya seperti ini dan tidak memiliki singgahsana sebagaimana kerajaanku, begitu sederhananya khalifah kaum muslimin".

Mendengar bisik-bisik suara yang baru dikenal sang khalifahpun bangun dan menemui mereka untuk bertanya maksud kedatanganya. Begitulah kisah hidup Umar bin Khatab yang begitu sederhana dan tawadu, kisah itu sengaja diceritakan singkat dalam tulisan ini sebagai motivasi bagi kita semua dalam meraih kehidupan yang berberkah serta membandingkan dalam hidup bahwa ternyata masih ada Umar bin Khatab di era modern saat ini.

***

Setelah beliau pulang kerumahnya, aku bertanya kepada ust rafiq "itu guru besar dimana dan siapa namanya?" Ust rafiq menjawab "prof Abdul Hadis guru besar di UNM". Dengat kaget saya berkata "haaa, masa itu prof hadist?" Memang, beliau adalah profesor yang banyak orang kenal karena humorisnya dan profesor dibidang managemen pendidikan yang telah banyak menulis buku-buku dibidang pendidikan. Aku pun bertanya lagi kepada sang imam "apakah dalam kesahariannya juga seperti itu dan tidur seperti tadi"? Sang imam menjawab "iya, beliau memang sangat tawadu dan selalu sholat berjamaah di masjid ini" beliau melanjutkan "jarang ada profesor seperti ini, kalaw memang ada ya kira-kira bisa dihitung dengan jari, beliau sangat humoris, lucu dan inspiratif". Aku pun terdiam dan masih masih merasa aneh saja, seakan-akan tidak yakin kalaw yang baru saja ditemui adalah seorang guru besar yang paling tinggi jabatan akademiknya, kalaw dalam dunia militer jabatan itu ibarat jendral bintang lima.
Tepat saat itulah penulis pertama kali bertemu dengan beliau di masjid al-ikhlas, meskipun pada awalnya aku tidak menyangka kalaw yang sedang tidur dilantai masjid tanpa bantal adalah seorang profesor. Dalam kesehariannya, aku mengenal profesor Hadis adalah salah seorang profesor yang mudah menerima kebenaran dan sangat terbuka menerima masukan serta saran dari siapapun, beliau sangat mudah dikenal karena cepat akrab dengan lawan bicaranya. Maka pantas dan sangat tepat penulis menilai beliau sebagai profesor yang sederhana dan tawadu. Pada bab selanjutnya akan diceritakan bagaimana kehidupan atau outobiografi profesor Hadist dari kecil hingga saat ditulisnya buku ini. Harapannya, semoga buku yang ditulis ini dapat memberikan motivasi bagi pembaca agar hidup lebih bijak, santun dan bermanfaat bagi semua manusia.
(By, Muh Didiharyono, 11-5-2014)

0 komentar: