Sabtu, Maret 16, 2013

PROSES ABSRAKSI DALAM MATEMATIKA

Oleh: Muh. Didi Haryono (Direktur ICS)
Sejarah mencatat bahwa pengembangan dari geometri merupakan langkah pertama di dalam abstraksi geometri dibuat oleh orang Yunani kuno, dengan Elemen Euclides menjadi dokumentasi pertama dari aksioma-aksioma geometri pada bidang ruang, meskipun Proclus berpendapat bahwa aksiomatisasi yang lebih dini dilakukan oleh Hippocrates dari Chios. Pada abad ketujuh belas, Descartes memperkenalkan koordinat Kartesian yang mengikuti pengembangan geometri analitis. Langkah-langkah yang lebih jauh mengenai abstraksi dilakukan oleh LobachevskyBooleyRiemann, dan Gauss yang memperumum konsep-konsep geometri untuk mengembangkan Geometri non-Euclid. Kemudian pada abad ke-19, para matematikawan memperumum geometri lebih luas lagi, mengembangkan wilayah-wilayah itu sebagai geometri pada dimensi ngeometri projektifgeometri afin, dan geometri hingga. Akhirnya Program Erlangen karya Felix Klein mengidentifikasi tema-tema geometri ini, medefinisikan tiap-tiap mereka sebagai penelaahan sifat-sifat invarian di bawah grup-grup simetri yang diberikan. Jenjang abstraksi ini menyibak keterkaitan yang mendalam di antara geometri dan aljabar abstrak.
Abstraksi di dalam matematika merupakan suatu proses untuk memperoleh pokok dasar atau intisari konsep matematika, kemudian menghilangkan kebergantungannya pada objek-objek suatu benda di dunia nyata. Pada hal yang pada awalnya mungkin saling terkait, sehingga ia memiliki terapan-terapan yang lebih luas atau bersesuaian dengan penjelasan abstrak lainnya untuk gejala-gejala yang sama. Banyak wilayah matematika dimulai dengan penelaahan masalah-masalah dunia nyata kemudian diberikan simbol atau bilangan tertentu untuk mewakili berapa banyak jumlah (kuantitas) benda, maka simbol atau bilangan tersebutlah yang disebut dengan abstraksi suatu benda. Sebelum aturan-aturan dan konsep-konsep matematikanya diidentifikasi dan didefinisikan sebagai struktur abstrak, maka yang harus dilakukan adalah menemukan objek apa yang akan dikaji. Misalnya, aljabar bermula dengan metoda penyelesaian masalah-masalah aritmetika dan bilangan, geometri bermula dari perhitungan jarak dan luas di dunia nyata, serta statistika bermula dari perhitungan peluang (probabilitas) di dalam perundian dan perjudian.
The Liang Gie (1993) mengutip pendapat Salomon Bochner yang menyatakan bahwa matematika tidak berhubungan dengan perwujudan-perwujudan dan benda-benda dari dunia luar, melainkan dengan hal-hal dan hubungan-hubungan yang merupakan gambaran yang disepakati oleh mereka sendiri. Kemudian, dengan itu maka lahirlah pendapat yang menganggap bahwa matematika sebagai:
The study of abstract systems, i.e., as the study of games which are played with abstract objects whose behavior is characterized with given sets of rules.
(penelaahan tentang sistem abstrak yaitu sebagai penelaahan tentang permainan yang dimainkan dengan sasaran-sasaran abstrak yang perilakunya dicirikan dengan kumpulan-kumpulan aturan yang ditentukan). Pendapat ini dibenarkan oleh filosof yang bernama Charles Sanders Peirce yang menyatakan bahwa matematika tidak berhubungan dengan keadaan senyatanya dari objek atau benda-benda, melainkan semata-mata dengan keadaan pengandaian dan memberikan simbol dari benda-benda tersebut.
Proses penelaahan masalah-masalah dunia nyata kemudian diberikan simbol atau bilangan sesungguhnya adalah suatu abstraksi, yaitu sesuatu hal yang belum berwujud. Bilangan merupakan konsepsi yang hanya ada dalam pikiran manusia. Timbullah konsepsi tersebut, karena pikiran manusia ingin menghitung sesuatu kumpulan yang terdiri dari benda-benda tertentu. Misalnya seseorang mempunyai sekumpulan buah jeruk, pikirannyalah yang membuat tanggapan sehingga kemudian dapat menetapkan bahwa kumpulan buah jeruk tersebut terdiri dari 15 buah, terlepas apakah bentuk jeruk tersebut, apakah warnanya kuning atau hijau, kulitnya halus atau kasar, dan rasanya manis atau asam? Demikian tanggapan pikiran kita terhadap kumpulan-kumpulan benda lainnya sehingga satuan dari masing-masing kumpulan dapat diperbandingkan satu lawan satu, maka sifat umum dari segenap kumpulan tersebut ialah bilangan menutut konsepsi pikiran manusia. Sehingga, abstraksi juga merupakan proses yang kesinambungan di dalam matematika dan pengembangan bersejarah dari banyak topik matematika yang memaparkan kemajuan dari hal-hal yang konkret ke hal-hal yang abstrak. Sebagai contoh seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.2 berikut, dimana kumpulan-kumpulan benda yang terdiri dari jeruk, kursi kayu, buku, dan bintang:
Gambar 2.2 Abstraksi bilangan tiga
Pada Gambar 2.2 di atas ternyata bahwa susunan dari masing-masing benda tersebut, sehingga satuan-satuannya mempunyai hubungan satu berbanding satu dengan yang lainnya. Jadi, masing-masing benda dapat dibandingkan satu lawan satu, yaitu satu jeruk dengan satu buah buku, satu buah buku dengan satu buah kursi kayu, dan satu buah kursi kayu dengan satu bintang. Sifat umum yang terdapat pada semua kumpulan benda tersebut ialah hubungan satu berbanding satu yang bebas dari ciri-ciri bendanya entah ciri seperti apakh itu? misalnya jeruk tersebut empuk, kursi kayu tersebut yang keras dan tempat duduk, buku tersebut yang digunakan untuk menulis, dan bintang berada di langit. Sifat umum inilah yang menjelaskan tentang dengan bilangan dan bilangan yang digunakan dalam contoh tersebut yang ditunjukan pada Gambar 2.2 adalah angka tiga.
Angka tiga tersebut tidak dapat diindra atau ditangkap oleh panca indera manusia di dunia nyata karena merupakan proses abstraksi yang hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh pikiran. Jika kemudian pengertian abstrak tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang berdasarkan fakta yang terjadi, maka yang terlihat sesungguhnya hanyalah tanda atau lambangnya yang berupa angka, yaitu angka tiga yang dilambangkan dengan 3. Sehingga, angka tiga adalah suatu proses abstraksi dari semua kumpulan nyata yang berisi tiga benda yaitu tiga jeruk, tiga buku, tiga kursi kayu, dan tiga bintang. Bilangan tersebut tidak bergantung pada sifat-sifat khusus apapun dari jenis benda-benda tersebut atau pada lambangnya yang dipergunakan, begitu pula dengan angka-angka yang lainnya (dua, empat, lima, enam, dan seterusnya) tetap merupakan proses abstraksi dari suatu benda yang berada dalam dunia kenyataan.
Konsepsi tentang abstraksi bilangan tersebut kemudian mengalami perkembangan, khusnya berkaitan dengan jenis-jenis bilangan seperti bilangan prima, bilangan genap, bilangan ganjil, bilangan real, bilangan imajiner, dan lain sebagainya. Pada zaman Yunani Kuno penganut mazhab Pythagorenisme hanya mengenal dan mengakui bilangan asli yaitu bilangan bulat yang dipakai untuk menghitung, yang terdiri dari: 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya sampai tak terhingga, serta bilangan pecahan yang positif dari bilangan asli tersebut. Konsepsi bilangan dalam matematika modern sudah jauh lebih luas karena meliputi antara lain bilangan negatif misalkan angka -3 dan lain sebagainya, bilangan irrasional misalkan akar 2 dan lain sebagainya, serta bilangan imajiner (tidak nyata) seperti akar -4 dan lain sebagainya. Oleh karena itu, proses abstraksi di atas merupakan proses mengambil atau meninggalkan kuantitas benda dengan menghilangkan unsur-unsur benda yang berbeda. Selanjutnya, akan dijelaskan tentang bagaimana abstraksi dari bentuk dunia yang memiliki hubungan dengan geometri dalam matematika?
Jika kita melihat dunia ini, maka dalam pemikiran kita hanyalah proses abstraksi. Abstraksi dunia bisa saja berupa suatu titik yang terletak bisa di dalam pikiran maupun di luar pikiran manusia. Apabila dikaitkan dengan ruang dan waktu maka suatu titik tersebut akan menjadi suatu fakta. Apabila titik ini diberi kesadaran maka akan berupa potensi dan titik ini akan memiliki makna. Dari sebuah titik inilah kita akan berusaha menerjemahkan dunia dengan proses abstraksi. Apabila dikembangkan dengan proses abstraksi maka suatu titik bisa menjadi suatu garis. Apabila dikembangkan kembali maka garis ini akan menjadi sebuah lingkaran. Namun, hal ini belumlah cukup untuk menterjemahkan dunia. Hal ini dikarenakan dunia bergerak terhadap ruang dan waktu. Bahkan sampai serumit apapun hasil pengembangan titik tersebut, hal ini belumlah cukup untuk menerjemahkan dunia. Karena proses abstraksi di dalam pikiran kita tidak bergerak terhadap ruang dan waktu maka dengan hermeneutika kita bisa menterjemahkan dunia, dengan analogi bumi yang mengelilingi matahari. Namun, hal ini barulah setengah dunia. Apabila bangunan hasil proses abstraksi dikembangkan dengan menggunakan teknologi maka barulah munculah konsep. Apabila digambarkan dengan kurva normal maka setengah dunia ini berada di dalam pikiran normal atau daerah normal.
Menurut Dr.Marsigit, M.A (2008) bahwa kurva bagian atas adalah setengah dunia di dalam pikiran normal. Kurva bagian bawah pada daerah normal merupakan masyarakat dan alam semesta beserta gejala-gejala yang terjadi di dalamnya. Kurva diatas memiliki batas normal atau standar deviasi dimana ini merupakan batas toleransi. Dengan demikian maka orang akan bahagia hidupnya apabila berada pada garis x = 0. Untuk daerah selain daerah normal disebut sebagai daerah penyimpangan. Konon, bagi orang jawa apabila terjadi penyimpangan maka solusinya adalah dengan ruwatan mencari penjelasan agar menjadi normal. Demikian pula belajar filsafat adalah berusaha mencari penjelasan terhadap penyimpangan yang terjadi. Berarti belajar filsafat adalah melakukan ruwatan dengan harapan kalau bisa menjadi orang-orang yang tidak bermasalah. Oleh karena itu, agar tidak butuh penjelasan maka jadilah orang yang normal.
Kemudian, dia juga melanjutkan bahwa di dalam pikiran kita terdapat dunia atas dan dunia bawah beserta empat kategori pikiran yaitu kualitatif, kuantitatif, kategori dan relasi. Dunia atas berupa apriori dan logika, sedangkan dunia bawah berupa sintetik dan pengalaman. Matematika murni memiliki empat sifat yaitu konsisten, pasti, utuh, dan yang terakhir belum diutarakan. Oleh karena itu, matematika murni berada pada dunia atas dalam pikiran kita yaitu bersifat apriori dan analitik (logika). Sekarang ini banyak pendidik yang cenderung menerapkan matematika yang bersifat dogma dan otoriter. Hal demikian berdampak seakan-akan matematika itu mitos. Hal ini perlu diluruskan agar matematika menjadi logis dengan matematika sekolah. Semoga kita sebagai calon pendidik mampu menerapkan matematika yang bersifat logis.
Berdasarkan penjelasan di atas setidaknya ada tiga manfaat dari proses abstraksi dalam matematika yaitu sebagai berikut: Pertama, kita memahami bahwa proses abstraksi merupakan proses yang ada dalam pikiran manusia saja yang diimplementasikan dalam dunia kenyataan. Maka, dengan proses abstraksi tersebut kita dapat menentukan kuantitas dari jumlah benda yang sebelumnya belum diketahui oleh manusia berdasarkan kesepakatan yang dibangun menghasilkan aksioma-aksioma yang telah ditetapkan nilai kebenarannya. Kedua, proses abstrak inilah yang menjadi proses pemicu perkembangan matematika sehingga angka dan bilangan merupakan bagian dasar dalam pengetahuan matematika, tanpa pengetahuan tentang matematika manusia tidak bisa menggunakan segala apa yang berada dalam jagat raya (universe) dengan cermat dan bijaksana. Ketiga, abstraksi menjelaskan secara mendalam hubungan antara cabang-cabang dan bagian-bagian dari matematika antara satu dengan yang lainnya. Teknik, cara atau metode dari satu cabang dapat diterapkan untuk membuktikan hasilnya pada cabang yang lain



0 komentar: